Bila pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa Zulkarnain berjalan menuju ke arah barat tempat terbenamnya matahari, yaitu di sungai Amazon Brazil, kali ini perjalanannya dilanjutkan menuju mathli‘as syams ‘tempat matahari terbit’ sebagaimana firman Allah SWT berikut:
حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ ٱلشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍ لَّمْ نَجْعَل لَّهُم مِّن دُونِهَا سِتْرًا () كَذَٰلِكَ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا () ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا
Hatta idza balagho mathli‘as syamsi wajadaha tathlu‘u ‘ala qoumil lam naj‘al lahum min duniha sitro () kadzalika wa qod ahathna bima ladaihi khubro () tsumma atba‘a sababa
Artinya:
“Hingga apabila telah sampai ke tempat matahari terbit, dia mendapati matahari itu terbit atas suatu kaum yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. Demikianlah ilmu Kami itu sungguh meliputi segala apa yang ada padanya. Kemudian dia pun menempuh suatu jalan.” (QS: Al-Kahfi ayat 90-92)
Quraish Shihab mengutip pendapat Dr. Anwar Qudri yang terdapat dalam buku Jugrafiyatul ‘Alam karya Muhammad Ghallab bahwa mathli‘as syams ‘tempat matahari terbit’ adalah suatu kawasan yang dihuni segolongan umat yang tidak terlindungi oleh cahaya matahari. Ini, menurutnya, adalah pulau Halmahera di Maluku, Indonesia. Daerah itu dahulunya adalah hutan belantara sehingga perumahan tidak dapat dibangun di kawasan itu, dan inilah yang dimaksud oleh ayat ini dengan Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari.
Menurut Syekh Nawawi Banten dalam tafsir Murah Labid, maksud Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu mereka tidak berpakaian. Saat matahari terbit, mereka memasuki lereng-lereng atau berendam di pantai. Saat siang datang, barulah mereka keluar mencari penghidupan. Hal ini juga dinyatakan oleh Quraish Shihab bahwa redaksi ayat tersebut bermaksud bahwa mereka itu suatu kaum yang hidup dengan fitrah asli mereka, tidak ada penutup yang menghalangi mereka dari sengatan panas matahari, tidak pakaian, tidak juga bangunan.
Thabathbai’i, sebagaimana dikutip Quraish Shihab, memeroleh kesan dari frasa Kami tidak menjadikan sebagai isyarat bahwa penduduk yang dimaksud belum sadar menyangkut kebutuhan-kebutuhan tersebut. Mereka belum lagi mengetahui dan mempelajari bagaimana membangun rumah, membuat kemah, atau menenun pakaian dan menjahitnya.
Menurut Quraish Shihab, kalimat demikianlah ilmu Kami itu sungguh meliputi segala apa yang ada padanya dalam ayat ini mengindikasikan bahwa Allah itu selalu mengawasi dan membimbing Zulkarnain dalam langkah-langkahnya. Atau dapat juga berarti bahwa apa yang diceritakan ini adalah sebagian dari kisah perjalanannya dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi dalam perjalanan itu, termasuk suka duka dan perjuangan Zulkarnain. Karena itu jangan heran jika informasi ini sangat teliti, jangan juga duga sekian apa yang tidak diuraikan adalah karena ketidaktahuan-Nya.