Kebiasaan orang musyrik Mekah yang menentang dan mendebat Nabi Muhammad mengenai wahyu disampaikan kepada mereka itu membuat Allah mengingatkan mereka. Orang-orang terdahulu yang mengeyel, seperti kaum Bani Israil, itu mendapatkan siksaan. Oleh karena itu, Nabi diminta oleh Allah jangan berperilaku seperti mereka. Jika masih demikian, bisa saja Allah memberikan musibah berupa azab tanpa mereka ketahui kapan dan di mana. Allah SWT berfirman:
وَتِلْكَ الْقُرى أَهْلَكْناهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنا لِمَهْلِكِهِمْ مَوْعِداً
Wa tilkal quro ahlaknahum lamma zholamu, wa ja‘alna li mahlikihim mau‘ida
Artinya:
“Itulah penduduk negeri yang kami hancurkan, karena mereka berbuat zalim. Kami tetapkan waktu kehancuran bagi mereka (QS: Al-Kahfi Ayat 59)
Menurut Syekh al-Sya‘rawi dalam kitab tafsirnya, tilkal quro ‘itulah penduduk negeri’ dalam ayat ini adalah negeri-negeri umat terdahulu yang dilalui bangsa Arab di masa Nabi, seperti negeri Tsamud, kaum Nabi Saleh, negeri kaum Nabi Lut, dan sebagainya. Muhammad Sayyid Thanthawi dalam al-Tafsir al-Wasith lil Qur’anil Karim mengemukakan bahwa penyebutan negeri-negeri yang dirusak itu sengaja untuk membuat bukti dan data sejarah bahwa memang benar ada sekelompok manusia yang disiksa akibat kefasikan, kemaksiatan, dan kezaliman mereka. Ini pengingat bagi kafir Quraisy Mekah yang kerap menantang dan mendebat Nabi Muhammad. Padahal bukti kehancuran kaum terdahulu itu selalu mereka lewati saat berdagang menuju Syam.
Kezaliman yang dimaksud dalam ayat ini, menurut Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wat Tanwir, merupakan perbuatan syirik dan mendustai para rasul Allah. Atas kezaliman itu, mereka mendapatkan azab di waktu dan tempat yang mana hanya Allah yang tahu. Padahal, sebagaimana disebutkan pada ayat sebelumnya bahwa Allah Maha Pengampun itu pemilik kasih sayang. Hanya saja, menyektukan Allah dengan selain-Nya itu perbuatan yang tidak diampuni apabila pelakuknya tidak segera bertobat.
Sebuah hadis Qudsi menyatakan, “Hamba-Ku, seandainya engkau datang kepada-Ku membawa dosa hampir sebanyak isi bumi, Aku tetap akan datang menyambutmu dengan hampir seisi bumi berupa pengampunan selama engkau tidak mempersekutukan-Ku (dengan sesuatu yang lain) (HR. al-Tirmidzi).
Sementara itu, al-Qusyairi dalam Lathaiful Isyarat menafsiri ayat di atas secara sufistik. “Wahai hamba Allah, ketika kalian tidak bersyukur atas nikmat-Ku, dan tidak sabar menghadapi ujian-Ku, maka Aku akan segerakan siksa itu untuk kalian.” Oleh karena itu, mereka yang tidak bersyukur dan tidak bersabar atas cobaan itu akan melupakan takdir Allah, dan tidak ridha atas apa yang ditetapkan oleh Allah. Pada akhirnya mereka masuk dalam kesesatan yang gelap, dan selalu lalai mengingat Allah.