Beberapa ayat ini menjelaskan mengenai orang kafir yang sombong karena kekayaannya. Namun pada akhirnya ia menyesal karena ternyata apa yang dimilikinya tidak selamanya dikuasainya. Allah SWT berfirman:
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلاً رَجُلَيْنِ جَعَلْنا لِأَحَدِهِما جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنابٍ وَحَفَفْناهُما بِنَخْلٍ وَجَعَلْنا بَيْنَهُما زَرْعاً () كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَها وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئاً وَفَجَّرْنا خِلالَهُما نَهَراً () وَكانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقالَ لِصاحِبِهِ وَهُوَ يُحاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَراً () وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظالِمٌ لِنَفْسِهِ قالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هذِهِ أَبَداً () وَما أَظُنُّ السَّاعَةَ قائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلى رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْراً مِنْها مُنْقَلَباً
Wadhrib lahum matsalal rojulaini li ahadihima jannataini min a‘nabiw wa hafafnahuma bi nakhliw wa ja‘alna bainahum zar‘a () Kiltal jannataini atat ukulaha wa lam tazhlim minhum syai’aw wa fajjarna khilalahuma naharo () Wa kana lahu tsamar. Fa qola li shohibihi wa huwa yuhawiruhu ana aktsaru malaw wa a‘azzu nafaro () Wa dakhola jannatahu wa huwa zholimul linafsihi qola ma azhunnu an tabida hadzihihi abada () Wa ma azhunnus sa‘ata qoimataw wa lair rudidtu ila robbi la ajadinna khoiron minha munqolaba ()
Artinya:
“(Rasul), berikanlah penjelasan kepada mereka tentang sebuah perumpamaan yang menggambarkan dua orang lelaki. Kami jadikan dua buah kebun anggur bagi seorang di antara keduanya (yang kafir). Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma, dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang Kedua kebun itu berbuah, dan sedikit pun berkurang. Kami alirkan air sungai di celah-celah kedua kebun itu. Pemiliknya itu mempunyai kekayaan berlimpah. Ia pun berkata pada temannya (yang beriman) sambil berkomunikasi, “Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.” Dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu.” (QS: Surat Al-Kahfi Ayat 32-36)
Orang Kafir yang Sombong
Ibnu ‘Asyur dalam tafsir al-Tahrir wat Tanwir menyebutkan dua riwayat mengenai dua orang lelaki yang dimaksud dalam ayat di atas. Pertama, riwayat al-Kalbi menyatakan bahwa kedua lelaki tersebut adalah lelaki dari Bani Makhzum penduduk Mekah. Keduanya merupakan dua bersaudara, yang satu mukmin, dan satunya lagi tidak beriman. Lelaki yang mukmin bernama Abu Salamah ‘Abduullah bin ‘Abdul Asyadd bin Abu Yalil, mantan suami Ummu Salamah. Sementara itu, lelaki yang tidak beriman bernama al-Aswad bin ‘Abdul Asyadd bin Abu Yalil. Menurut riwayat ini, Ibnu ‘Asyur berpendapat bahwa jannatain atau dua kebun yang dimaksud dalam ayat di atas adalah kebun di Thaif.
Kedua, riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menyatakan bahwa kedua lelaki itu adalah dua bersaudara dari masa Bani Israil. Bapaknya wafat, dan keduanya mendapat warisan. Salah satu dari keduanya membeli sebidang tanah dan membuat dua kebun di situ. Sementara itu, saudaranya yang lain bersedekah saja. Senada dengan riwayat kedua ini, Syekh Mutawalli al-Sya‘rawi dalam tafsirnya juga menyebutkan bahwa kedua orang lelaki itu dari kalangan Bani Israil. Kedua lelaki itu bernama Barakus dan Yahudza. Barakus itu orang yang kaya yang kafir. Sementara Yahudza itu orang mukmin yang ridha dalam keadaan fakir. Mengenai orang mukmin yang ridha ini akan dijelaskan pada ayat 37 hingga 41 surat al-Kahfi ini.
Orang kafir yang digambarkan dalam ayat 32 hingga 36 ini merasa tinggi dari saudaranya yang lain, karena ia mendapatkan kesuksesan, memiliki banyak harta, berupa kebun besar yang subur. Ia akan sukses dan kaya terus tanpa batas, padahal hari kiamat yang merupakan hari pembalasan amal pasti datang. Menurut Qurasih Shihab dalam Tafsir al-Misbah, Orang kafir itu menganalogikan hari akhirat yang gaib dengan kehidupan duniawi. Dia sama sekali tidak mengerti bahwa kehidupan akhirat merupakan hari pemberian pahala bagi yang beriman dan berbuat kebajikan. Selain itu, Tuhan tidak bisa dikompromi ketika hari pembalasan sudah tiba.