Pada ayat 27, Nabi diminta untuk tidak takut menyampaikan wahyu yang didapat dari Allah. Nabi tak usah memilih-milih wahyu mana yang perlu disampaikan, dan wahyu mana yang perlu disembunyikan, karena takut terhadap orang musyrik Mekah. Pada ayat ini, Nabi juga diminta oleh Allah untuk tidak melihat status sosial seseorang dalam berdakwah. Ayat ini turun berkaitan para pembesar musyrik Mekah yang tidak menginginkan kehadiran orang-orang miskin didekat Nabi. Anggapan orang musyrik, jika orang-orang miskin itu tidak ada bersama Nabi, mungkin mereka mau mendengarkan dakwah Nabi. Allah pun mengingatkan Nabi untuk tidak diskriminatif. Allah SWT berfirman:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَداةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْناكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَياةِ الدُّنْيا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنا وَاتَّبَعَ هَواهُ وَكانَ أَمْرُهُ فُرُطاً
Washbir nafsaka ma‘alladzina yad‘una robbahum bil ghodati wal ‘asyiyyi yuriduna wajhah, wa la ta‘du ‘ainaka ‘anhum. Turidu zinatal hayatid dunya wa la tuthi‘ man aghfalna qolbahu ‘an dzikrina wattaba‘a hawahu wa kana amruhu furutho (28)
Artinya:
“Bertahanlah (wahai Muhammad) bersama orang-orang yang beribadah pada Tuhan mereka pagi maupun petang yang hanya berharap ridha-Nya. Janganlah menyingkirkan mereka hanya karena engkau menginginkan gemerlap duniawi. Jangan engkau ikuti mereka yang melupakan mengingat Kami dalam hati, selalu mengikuti hawa nafsu, dan berbuat melewati batas.” (QS: Al-Kahfi Ayat 28)
Menurut Syekh Ibnu ‘Asyur, ayat ini masih berkaitan dengan orang musyrik Mekah yang selalu menghalang-halangi dan menggangu dakwah Nabi Muhammad. Menurut Ibnu ‘Asyur, para pembesar musyrik Mekah gengsi belajar bersama para budak dan orang-orang miskin yang hadir bersama Nabi. Oleh karena itu, harapan mereka itu Nabi mengusir orang-orang mukmin dari kalangan tak berada itu untuk tidak bersama Nabi lagi, apalagi ketika para pembesar Quraisy datang.
Syekh Mutawalli al-Sya‘rawi bahkan menyebutkan bahwa yang dimaksud orang tak berada itu adalah Ashabus Shuffah, yaitu orang-orang miskin yang ditanggung oleh Nabi, dan mereka hidup di masjid Nabi. Menurut Ibnu Katsir, orang-orang miskin itu seperti Bilal, Ammar, dan Suhaib.
Terkait keinginan para pembesar musyrik Mekah, Allah mewanti-wanti Nabi untuk terus bersama mereka orang-orang yang tak berada, namun mereka itu rajin beribadah pada Allah pagi dan sore. Nabi dilarang oleh Allah mengabaikan mereka, dan mengejar duniawi semata sebagaimana orang-orang musyrik. Mereka itu hanya mementingkan kepentingan yang zahir saja, tanpa mengutamakan kebersihan jiwa. Oleh karena itu, mereka merasa sombong dan enggan bergaul dengan orang-orang yang berhati bersih. Selain itu, orang-orang musyrik itu selalu lalai mengingat Allah, selalu menuruti hawa nafsu mereka, dan berbuat zalim.
Dalam salah satu riwayat dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW memegang betul apa yang dipesankan oleh Allah SWT mengenai terus menemani orang-orang yang giat beribadah pada Allah.
لَأَنْ أُجَالِسَ قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ إِلَى طُلُوعِ الشَّمْسِ، أحَبّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ، وَلَأَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى غُرُوبِ الشَّمْسِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أعتق ثَمَانِيَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ دِيَةُ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمُ اثْنَا عَشَرَ أَلْفًا
Duduk bersama orang-orang yang selalu berzikir pada Allah dari pagi hingga terbit matahari itu lebih aku sukai daripada sorotan sinar matahari saat terbit. Aku juga lebih suka berzikir pada Allah dari Asar hingga matahari terbenam daripada memerdekakan delapan budak dari putra Ismail. Diat setiap satu dari mereka itu dua belas ribu. (HR Abu Daud).