Ketika hari Jum’at tiba, barangkali, atau mungkin, sebagian muslim memberi sedikit perhatian khusus terhadap Q.S. Al-Kahf. Salah satu surah dalam Al-Quran yang dalam deretan susunan Mushaf Ustmani berada di antara Q.S. Isra dan Q.S. Maryam.
Kecenderungan memberi perhatian khusus terhadap Q.S. Al-Kahf ketika hari Jum’at tiba sendiri adalah sangat wajar jika kita melihat adanya beberapa hadis tentang keutamaan membaca Surah Al-Kahf ketika hari Jum’at tiba.
Lalu siapa Sayyid Qutb itu, dan bagaimana pendapat sekilasnya tentang Surah Al-Kahf?
Sayyid Qutb adalah penulis Tafsir Fi Zilal Alquran, yang berjumlah sekitar dua belas jilid ditulisnya dibalik jeruji besi. Beliau lahir di kampung Musyah, Asyut, Mesir pada tahun 1906. Pernah mengeyam pendidikan di Darul Ulum dan mendapat beasiswa selama dua tahun dari pemerintah mesir untuk menimba ilmu ke di antaranya Stanford University, Greeley College, dan Wilson’s Teacher’s College.
Di Mesir, Sayyid Qutb merupakan salah satu jamaah gerakan Islam Ikhwanul Muslim. Beliau sekurang-kurangnya pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi Ikhwanul Muslimin. Pada Mei 1955, beliau ditahan bersama beberapa tokoh Ikhwanul Muslimin setelah dituduh hendak menjatuhakan pemerintahan yang sah pada saat itu.
Selain menulis Tafsir Fi Zilal Alquran, Sayyid Qutub juga menulis beberapa karya lain seperti misalnya At-Taswir Al-Fanni Fi Alquran, Musyahidah Al-Qiyamah Fi Alquran, As-Salam Al-Alamil Wa Al-Islam, An-Naqd Al-Adabi Usuluhu Wa Manahijuhu, Nahwa Mujtama Al-Islam, dan Ma’alim Fi At-Thariq.
Sayyid Qutb, dalam pengantarnya ketika menafsirkan Surah Al-Kahf berpendapat bahwa kisah-kisah merupakan unsur yang paling dominan dalam surah tersebut. Diawali dengan kisah Ashabul Kahfi, lalu jannatain ‘dua kebun’, isyarat sekilas tentang Adam dan Iblis, kisah Musa berpetualang bersama hamba saleh, dan pada akhirnya terdapat kisah Zulkarnain.
Disamping kisah, Sayyid Qutb juga berpendapat bahwa terdapat pula beberapa gambaran kejadian-kejadian hari kiamat, fenomena-fenomena kehidupan yag dapat menggambarkan suatu fikrah dan makna, sebagaimana lazimnya metode Al-Quran dalam menyatakan suatu hakikat dan menggambarkannya.
Lebih jauh, menurut Sayyiq Qutb, tema sentral Surah Al-Kahf terhubung dengan tema-tema kecilnya dan redaksinya tertuju kepada, sekurang-kurangnya, tiga hal, yakni koreksi atas akidah, koreksi manhaj analisis dan berpikir, serta koreksi segala norma dengan barometer akidah.
Pertama, koreksi atas akidah. Koreksi ini menurut Sayyid Qub ditetapkan pada bagian permulaan surah dan pada bagian akhir. Permulaan al-Kahf merupakan ayat pertama sampai kelima sedangkan yang akhir adalah ayat 110. Menurutnya, betapa rapi arahan surah Al-Kahf dari awal hingga akhir dalam mendakwahkan tauhid, mengingkari kemusyrikan, menetapkan wahyu, dan membedakan secara mutlak antara Zat Ilahi dan hal-hal yang baru.
Lanjutnya, arahan Surah Al-Kahf ini menyentuh tema tersebut beberapa kali dalam berbagai gambaran. Di antaranya adalah sebagaimana tertuang dalam ayat 14, 26, 37, 38, 43, 44, 52, dan 102.
Kedua, koreksi atas metode berpikir. Menurut Sayyid Qutb, pembenaran dan koreksi atas metode berpikir dan menganalisis terlihat nyata dalam pengingkaran terhadap pengakuan palsu orang-orang musyrik yang mengatakan sesuatu tanpa dasar ilmu, juga dalam arahan Allah kepada manusia agar menetapkan sesuatu sesuai dengan pengetahuannya dan tidak melampauinya. Sedangkan masalah yang tidak diketahuinya diserahkan urusannya kepada Allah.
Ketiga, koreksi atas norma-norma. Menurut Sayyid Qutb, koreksi atas norma-norma dengan barometer akidah ini terdapat dalam beberapa tempat yang berbeda. Menurutnya, ia mengarahkan norma-norma hakiki kepada iman dan amal saleh serta mengecilkan setiap norma duniawi yang menyilaukan mata. Setiap perhiasaan yang terdapat di dunia adalah untuk cobaan dan ujian, dan akhirnya akan bermuara pada kepada kefanaan dan kehancuran.
Selain ketiga tema sental itu, sebelum masuk ke dalam penafsiran secara lebih khusus, Sayyiq Qurb juga menyinggung kisah jannatain ‘dua kebun’ yang menurutnya menggambarkan bagaimana seharusnya seorang mukmin berbangga dengan imannya dalam menghadapi godaan harta benda, kedudukan, dan perhiasan.
Sayyid Qutb juga berpendapat bahwa Zulkarnain dicantumkan dalam surah ini bukan karena statusnya sebagai raja, namun ia disebutkan karena amal-amal salehnya. Ketika misalnya ia ditawari harta benda oleh kaum yang ia temui di antara dua bukit, sebagai imbalan untuk pembangunan benteng yang dapat melindungi mereka dari kejahatan Ya’juj dan Ma’juj, ia menolak tawaran harta benda itu karena kekuasaan yang dianugerahkan Allah kepadanya lebih dari harta benda mereka.
Sebagai pamungkas, Sayyid Qutb berpendapat, di akhir Surah Al-Kahf, ditetapkan bahwa manusia paling merugi dari segi amalnya adalah orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan-Nya. Menurutnya, mereka ini tidak ada harga dan nilainya, walaupun mereka menyangka telah berbuat sesuatu.
Wallahu a’lam.