Tafsir Q.S. Al-Maidah Ayat 38: Mengapa “Laki-laki yang Mencuri” Disebut Lebih Dulu Daripada “Perempuan yang Mencuri”?

Tafsir Q.S. Al-Maidah Ayat 38: Mengapa “Laki-laki yang Mencuri” Disebut Lebih Dulu Daripada “Perempuan yang Mencuri”?

Dalam Q.S. Al-Maidah ayat 38, kata as-Sariq (laki-laki yang mencuri) disebut lebih dulu daripada as-Sariqah (perempuan yang mencuri). Apa isyarat yang terkandung di dalamnya?

Tafsir Q.S. Al-Maidah Ayat 38: Mengapa “Laki-laki yang Mencuri” Disebut Lebih Dulu Daripada “Perempuan yang Mencuri”?
Ilustrasi orang mencuri yang tangannya diborgol.

Mencuri didefinisikan sebagai “perbuatan mengambil milik orang lain tanpa seizinnya yang biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi”. Ini termasuk perbuatan zalim, karena ia telah mengambil hak orang lain tanpa alasan yang dibenarkan. Karena itu, orang yang mencuri, baik laki-laki maupun perempuan, diancam hukuman yang berat. Allah SWT Berfirman dalam Q.S. Al-Maidah ayat 38,

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Setelah di ayat sebelumnya (Q.S. Al-Maidah ayat 37) Allah menetapkan hukuman bagi perampok, di ayat ini Allah SWT menetapkan hukuman bagi pencuri, baik laki-laki maupun perempuan, yakni berupa dipotong kedua tangannya. Terlepas dari diskusi tentang hukuman potong tangan bagi pencuri, satu hal yang menarik dari ayat di atas adalah penyebutan “laki-laki yang mencuri” lebih dulu daripada “perempuan yang mencuri”. Bagaimana ulama menafsirkannya?

Penyebutan as-Sariqah

Kata as-Sariq (السَّارِقُ) dan as-Sariqah (السَّارِقَةُ) adalah bentuk fa’il dari saraqa-yasriqu yang bermakna mencuri. Sehingga, as-Sariq atau as-Sariqah bermakna ‘orang yang mencuri’. Biasanya, penyebutan “pelaku” laki-laki dan perempuan dalam suatu ayat hanya menggunakan satu kata berbentuk jamak, seperti kata al-mu`minun (المؤمنون), as-Shalihun (الصّالحون), as-shabirun (الصّابرون), yang meski bentuknya muzakkar dan menunjukkan laki-laki, namun di dalamnya juga mencakup perempuan.

Sementara ayat di atas tidak demikian. Orang yang mencuri tidak disebut dengan as-sariqun (السارقون), melainkan dibedakan secara tegas antara orang laki-laki yang mencuri (السَّارِقُ) dengan orang perempuan yang mencuri (السَّارِقَةُ). Artinya, ada yang ingin ditunjukkan oleh Allah dengan menyebut secara tegas “perempuan yang mencuri” dalam bentuk muannats.

Menurut Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir, penegasan tersebut untuk menunjukkan bahwa pencurian tidak hanya banyak dilakukan oleh laki-laki, melainkan juga banyak dilakukan oleh perempuan. Sedangkan, menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, penegasan itu untuk meluruskan kekeliruan masyarakat jahiliyah yang enggan menghukum perempuan yang mencuri.

Mengapa “Laki-laki yang Mencuri” Disebut Lebih Dulu?

Susunan kalimat dalam Al-Qur`an tidak hanya indah, di dalamnya juga terkandung isyarat-isyarat yang hendak disampaikan melaluinya. Dalam Q.S. Al-Maidah ayat 38, kata as-Sariq (laki-laki yang mencuri) disebut lebih dulu daripada as-Sariqah (perempuan yang mencuri). Apa isyarat yang terkandung dalam susunan tersebut?

Menurut Quraish Shihab, susunan tersebut mengisyaratkan bahwa keberanian yang dimiliki oleh laki-laki untuk mencuri lebih besar dibandingkan perempuan. Perbuatan mencuri, selain dilarang, sebenarnya juga perbuatan yang penuh resiko. Syukur kalau tertangkap dan langsung dijebloskan ke penjara, tapi bagaimana jika tertangkap dan langsung dihajar massa hingga tewas? Karena itulah, keberanian menjadi salah satu modal utama pencuri. Dan hal itu, berdasarkan penjelasan Quraish Shihab, cenderung lebih besar dimiliki oleh laki-laki. Meski tidak menutup kemungkinan, seiring perkembangan zaman, perempuan menjadi lebih berani mencuri.

Sedangkan, menurut Ahmad ibn ‘Ajibah dalam al-Bahr al-Madid, penyebutan “laki-laki yang mencuri” lebih dulu mengisyaratkan bahwa pencurian lebih banyak dilakukan oleh laki-laki. Ia melanjutkan, hal itu seperti halnya susunan Q.S. An-Nur ayat 2 yang menyebutkan “perempuan yang berzina” (الزّانية) lebih dulu daripada “laki-laki yang berzina” (الزّاني), yang mengisyaratkan bahwa perzinahan lebih banyak dilakukan oleh perempuan.

Pada intinya, baik laki-laki maupun perempuan, semua memiliki potensi untuk melakukan perbuatan mencuri. Adapun penafsiran ulama yang disebutkan di atas merupakan hasil ijtihad mereka untuk menjelaskan ayat Al-Qur`an. Bisa jadi, penjelasan mereka relevan pada masanya hingga sekarang, atau bisa jadi relevan pada masanya namun sudah tidak relevan pada masa sekarang. Wallahu A’lam.