Tulisan ini di bawah ini lanjutan dari artikel Syekh Sulaiman Arrasuli yang berjudul Pandangan Alim Ulama terhadap Perkembangan Negara dan Masyarakat Dewasa Ini. Seperti disebutkan dalam tulisan sebelumnya, artikel ini disampaikan pada saat Kongres Alim Ulama se-Sumatera di Bukittinggi tahun 1957. Klik di sini untuk membaca tulisan sebelumnya.
Yang Jujur Terkubur, Yang Curang Senang
Manakala kita menoleh kepada pimpinan kita, selaku pengendali neagra dan masyarakat Indonesia, maka kita akan melihat pertentangan perpecahan, permusuhan yang tidak dapat lagi diketahui ujung pangkalnya. Walaupun dari mulut mereka keluar anjuran persatuan, perdamaian, keutuhan Republik Indonesia, tetapi yang sebenarnya mereka berpecah, bertentangan, dan bermusuhan.
Akibat dari pertentangan ini, sepak menyepak, lempar melemparkan, menskor dan memperhentikan. Pepatah biasa mengatakan bahwa yang bungkuk dimakan sarung, tetapi ke dalam kehidupan negara Republik Indonesia berbeda dari pepatah yang demikian. Bukan yang bungkuk dimakan sarung, tetapi makin bungkuk makin beruntung. Berapa banyak pemimpin-pemimpin Indonesia yang jujur, yang benar-benar bekerja untuk keselamatan negara dan bangsa, tetapi oleh karena tajamnya pertentangan, maka pemimpin yang jujur itu dilemparkan dari tugasnya.
Di samping itu banyak juga pemimpin yang tidak jujur, bahkan pernah mengkhianati perjuangan Kemerdekaan Indonesia, terang-terang berpihak kepada Belanda, tetapi oleh karena mereka pandai memfitnah, pandai berbuat sesuatu yang menguntungkan golongan, maka mereka mendapat kedudukan yang terpenting, turut mempin negara Republik Indonesia.
Pemimpin yang jujur terkubur.
Pemimpin yang curang senang.
Ingatlah peringatan Tuhan dalam firmannya dalam surat al-Rum ayat 41 yang berbunyi:
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya:
“Telah nyata kerusakan di darat dan di laut tersebab oleh usaha tangan manusia, supaya dapat dirasakannya sebahagian dari yang telah mereka kerjakan. Mudah-mudahan mereka insyaf dan mau kembali.”
Negara Republik Indonesia yang terdiri dari kepulauan dan laut, yang berpenduduk kira-kira 80 juta jiwa itu, sesungguhnya telah merasa dan melihat sendiri kerusakan itu. Tidak usah lagi kita menyembunyikan cacat yang demikian itu, supaya kita dapat mencari jalan keluarnya. Orang yang berusaha juga menyembunyikan cacatnya, dia tidak akan bertemu dengan hal yang baik.
Negara kita ini, disebabkan oleh pertenyangan yang tajam, diserahkan kepada tangan-tangan yang kasar, yang tidak memikirkan keselamatan rakyat dan daerah keseluruhnya. Pemimpin partai tidak memberikan figur yang jujur dan berkewibaan, tetapi diserahkan pimpinan negara kepada orang yang kuat bertengkar, berani berselisih, tidak mau kalau bersalah, dan tebal telinga.
Junjungan kita Nabi Muhammad SAW telah memberi ingat dengan katanya:
إذا وسد الامر إلى غير اهله فانتظر الساعة
Artinya:
“Apabila urusan kenegaraan itu diserahkan kepada yang tidak ahli, maka tunggulah saat keruntuhannya.”
Kita sebenarnya sudah mengerti bahwa seseorang yang akan memimpin dan mengendalikan negara itu seharusnya mempunyai kejujuran, kesanggupan, berkewibaan, mempunyai pengaruh yang besar ke tengah masyarakat. Segala syarat kepimpinan itu tidak diacuhkan, bhakan di kebelakangkan saja. Dipilih dan diangkatlah pemimpin negara itu orang-orang yang berkesanggupan untuk memperkaya pribadi dan golongannya.
Karena itulah maka lahirlah dalam masyarakat kita sekarang ini kelas baru, yaitu pemimpin borjuis, golongan borjuis, sementara itu rakyat hidup menderita dan miskin. Kelas borjuis dewasa ini turut menentukan, menghitamkan dan memutihkan negara, bersuara besar di surat kabar dan di parlemen.
Suara itu seakan-akan suara jujur, suara yang membela kepentingan rakyat, suara yang membawa perdamaian, tetapi sebenarnya adalah semburan ular berbiasa, yang meracun kemakmuran dan kebahagiaan rakyat.
Peristiwa Daerah adalah Islah
Pada mulanya kita mengira bahwa pemilihan umum menjadi obat penyakit berebut kursi, penyakit membagi-bagi kekayaan negara, penyakit adu domba, tetapi rupanya kiraan itu salah. Apa yang terjadi sebelum pemilihan umum, sekarang bukan berkurang, bahkan berlebih-lebihan.
Daerah selaku sendiri negara, makin diacuhkan. Umpanya di Sumatera Tengah saja, pada tahun 1954 mendapat otorisasi 39 juta rupiah, tetapi pada tahun 1956 hanya 6 juta saja. Keadaan yang demikian makin hari makin dirasakan oleh daerah. Sebabnya terang saja, yaitu sekolah mereka yang terbangkalai, jalan yang memperhubungkan kota dengan desa tidak kunjung selesai, sekolah agama dan masjid yang tidak dapat bantuan, hidup kaum tani dan pegawai yang selalu mengeluh, dan lain-lain.
Oleh akarena mereka mencerminkan setiap hari segala macam keburukan dan ketidakadilan, maka timbullah hasrat untuk memintakan perubahan dengan secepat-cepatnya. Berbeda dengan pimpinan yang berada di pusat yang selalu hidup mewah, sedan yang mengkilap, rumah yang bentuk mahligai, mempermainkan uang yang berjuta-juta.
Daerah menuntukan sikap
Sikap yang tegas dan radikal
Firman Tuhan dalam surat al-‘Ankabut ayat 4 dan 5 yang berbunyi:
أَمْ حَسِبَ ٱلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ أَن يَسْبِقُونَا ۚ سَآءَ مَا يَحْكُمُونَ () مَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ ٱللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ ٱللَّهِ لَءَاتٍ ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
Artinya:
“Adakah mengira orang-orang yang berbuat kejahatan itu akan mendahului kami, tidak. Salah sekali hukum mereka, orang yang bekerja karena mengharapkan keridhaan Allah, maka sesungguhnya janji Allah pasti datang, Allah mendengar dan mengetahui.”
Daerah Sumatera Tengah bertindak pada tanggal 20 Desember 1956. Daerah Sumatera Utara bertindak pada tanggal 22 Desember 1956. Daerah Sulawesi Selatan bertindak pada tanggal 24 Desember 1956. Daerah Sulawesi pada tanggal 2 Maret 1957.
Tindakan yang sedemikian adalah merupakan ishlah, memperbaiki atau mengoreksi terhadap pemerintah pusat. Sesuatu tindakan yang seharusnya dipuji dan dibenarkan, karena siapakah yang dianggap berbuat baik kalau tidak orang yang menghela dan menarik negara ini dari kehancurannya? Jika ada orang yang menganggap tindakan daerah itu tidak baik, maka orang itu adalah sebangsa musuh negara yang mau membiarkan negara ini berlarut-larut dalam kancah perpecahan, perebutan kursi, dan ketidakadilan, yang kesemuanya itu merupakan jalan menuju kehancuran. Agama Islam tidak ingin melihatkan hal yang demikian.
Tuhan sudah berfirman pada surat al-Ankabut ayat 7 yang berbunyi:
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَنُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّـَٔاتِهِمْ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَحْسَنَ ٱلَّذِى كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Artinya:
“Orang yang beriman dan berbuat shalih (ishlah) sesungguhnya Kami hindarkan dari padanya segala tipu daya kejahatan musuhnya dan sesungguhnya akan kami balasi mereka lebih baik dari yang telah mereka kerjakan.”
Telah berapa tipu daya dan cara yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada kita, tetapi karena kita takin bahwa tindakan daerah ini memang berdasarkan pada kebenaran dan keadilan, sekali-kali tidak bertentangan dengan agama Islam yang suci, maka segala tipu daya itu tidak berhasil, bahkan menambah pukulan buat mereka sendiri.
Pendapat saya dalam persoalan negara dewasa ini adalah:
- Pemimpin negara harus dipegang oleh yang benar mempunyai jiwa kemasyarakatan.
- Segala orang-orang yang telah bersalah terhadap negara jangan dilindungi juga secara pokrol-pokrolan.
- Keadilan di daerah sekarang ini janganlah dihukum secara yuridis formil saja, tetapi harus dilihat sebabnya.
- Untuk pembangunan di daerah haruslah hasil daerah itu ditentukan jumlahnya untuk daerah.
- Harus ada hendaknya jaminan daerah ini di pemerintah pusat, yaitu dengan adanya dewan yang dinamakan senat.