Surat dari Anggota Banser untuk Mas Gibran: Jadi Banser Itu Berat.

Surat dari Anggota Banser untuk Mas Gibran: Jadi Banser Itu Berat.

Surat dari Anggota Banser untuk Mas Gibran: Jadi Banser Itu Berat.

Selamat bergabung Mas Gibran di keluarga besar kami, selamat menjadi Banser dan selamat ber-Banser. Tangan kami selalu terbuka untuk memeluk dan mengucapkan selamat datang bagi siapapun yang ingin bersama kami dalam semangat pengabdian dan perjuangan untuk selalu menjaga nilai-nilai luhur Islam Indonesia, menjaga nilai-nilai luhur moderasi Islam dan menjaga tenun indah toleransi sebagai ‘kain indah kebhinekaan bangsa’ yang sama-sama sangat kita cintai ini.

Mas Gibran, saya teringat dawuh Rasul, “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.” Banyak orang yang bertanya-tanya alasan Mas Gibran masuk Banser.

Banyak yang menyangka alasan Mas Gibran bergabung dengan Banser demi mencari dukungan dan simpati, karena ingin maju menjadi calon wali kota Solo. Saya fikir, tidak salah jika banyak orang berpikiran seperti itu, karena memang kenyataannya sedang bersiap mencalonkan diri sebagai wali kota Solo, bukan? Namun, kami tidak tahu pasti alasannya, hanya Mas Gibran dan Allah yang mengetahui.

Sebagai Banser, kami menganggap bergabungnya Mas Gibran sebagai hal yang biasa saja. Kami sangat bergembira ketika Mas Gibran menjadi anggota Banser yang sesungguhnya, bukan hanya seremonial, dan sekedar memakai jaket Banser.

Anggota Banser yang sesungguhnya hanya bisa dibuktikan dengan wujud pengabdian, Mas. Waktu lah yang akan membuktikan apakah Mas Gibran benar-benar ber-Banser. Tentunya dengan ikhlas berjuang, mengabdi, pada GP Ansor, NU dan Indonesia.

Perjuangan Banser itu berat, Mas. Kami ikut menjaga pengajian ulama dan kiai NU, turun saat ada bencana alam, giat sosial dan lainnya. Anggota Banser seperti kami, memiliki semboyan yang selalu dipegang erat, yaitu ‘Wa Nahnu Ansorullah’, kita menjadi tangan-tangan kecil tuhan untuk kebaikan, kita adalah ranin pada tuan yang bernama kebaikan.

Walaupun demikian, menjadi Banser adalah sebuah pilihan identitas yang harus kita apresiasi. Paling tidak Mas Gibran identitasnya sudah jelas. Artinya, Mas Gibran sedang bersama kami, gandrung pada nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, serta mengambil posisi berseberangan dengan kelompok-kelompok kecil yang terus mencoba memperkosa agama untuk tujuan politik kekuasaannya, mengambil posisi berseberangan dengan siapapun yang punya keinginan untuk menjadikan sistem lain sebagai dasar negara kita, seperti Khilafah atau NKRI bersyariah.

Kami sangat terkesan dengan pernyataan Mas Gibran, “Saya, seperti juga Banser yang lain, harus bisa menjadi sahabat siapa saja yang mencintai Indonesia, dengan menjaga jarak yang sama dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan latar belakang jenis kelamin, etnis, agama, kesukuan dan sebagainya.”

Mas Gibran, sekali lagi menjadi Banser itu tidaklah mudah. Mas Gibran pasti paham, selama ini kami seakan berjalan sendiri ketika berhadapan dengan ‘mereka’. Hanya kami yang tak pernah bersikap abu-abu dan gamang pada kelompok-kelompok yang intoleran, memaksakan egoisme beragamanya, tekstual, konservatif dan puritan.

Apalagi kelompok-kelompok yang dengan telanjang maupun berbaju kebaikan agama ingin mengganti Pancasila dan NKRI ini menjadi sistem yang lain, dan itu tidaklah mudah, berat. Apakah Mas Gibran siap? Jawabannya pasti siap, karena berani berjaket Banser, pasti siap dengan segala konskuensinya.

Mas Gibran, jangan gunakan hitung-hitungan politik untuk ber-Banser, namun hitunglah dengan hitungan kemanusiaan. Semakin banyak nilai kemanusiaan, toleransi, dan moderasi Islam yang kita tebarkan saat bergabung dengan Banser, maka semakin besar harapan anak cucu kita untuk tetap bisa menghirup udara damai dan aman di Indonesia ini, beragama rahmah dan gembira.

Di balik itu semua, harapan kita semua adalah sama, yaitu kelak di Mahsyar kita akan berdiri dalam kelompok besar, yaitu di bawah bimbingan Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy`ari. Walau berada di baris paling belakang.

Sekali lagi, selamat bergabung menjadi keluarga besar kami, selamat ber-Banser, semoga satu waktu kita bisa ngopi bersama, berbincang gembira membahas hal-hal yang bisa kita (Banser) lakukan untuk Islam dan Indonesia. Mulai saat ini, kami akan memanggilmu sebagai sahabat. Sahabat Banser Gibran Rakabuming Raka. (AN)

Wallahu a’lam.