Sebelum Nabi Muhammad Saw diutus, sunnah dalam bahasa Arab berarti tradisi, kebiasaan, atau adat istiadat yang baik ataupun yang buruk. Setelah beliau diutus, kata sunnah digunakan untuk sebutan segala perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Saw baik berupa perkataan, perbuatan, sifat, atau ketetapan. Tentu, sunnah dalam pengertian ini merupakan sunnah yang baik saja, karena kita semua sepakat bahwa Nabi Muhammad Saw adalah orang yang sempurna nan sangat mulia akhlaknya.
Di antara sekian banyak sunnahnya, ada beberapa sunnah yang sudah populer di masyarakat seperti: salat taḥajjud, dhuḥâ, qabliyah-ba’diyah, witr, dll. Beberapa sunnah tersebut umunya berupa amaliyah ibadah yang bersifat fi’liyyah, atau pekerjaan. Tahukah kita bahwa Nabi Muhammad Saw juga memiliki sunnah berupa amaliyah ibadah yang bersifat ‘aqliyyah (akal)? Hal ini berkaitan dengan Q.S. Ali Imran (3): 190-191:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ. الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّار.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.”
Di dalam Tafsîr al-Jâmi’ li Aḥkâm al-Qur’ân, ada sebuah riwayat dari ‘Aisyah yang menceritakan bahwa ketika ayat ini turun, Nabi Muhammad Saw sedang mendirikan salat malam. Bilâl Ra kemudian datang menemuinya untuk mengabari bahwa waktu salat akan segera tiba.
Saat itu, Bilâl Ra melihat Rasulullah Saw sedang menangis. Ia bertanya, “Wahai utusan Allah! Apakah engkau sedang menangis sementara Allah sungguh telah mengampuni dosa-dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?”
Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Bilâl! Apakah aku tidak mau menjadi hamba yang bersyukur sementara Allah Swt telah menurukan padaku pada malam ini ayat ‘inna fî khalq al-samâwâti wa al-ard wa ikhtilâf al-lail wa al-nahâr la-âyât li-ulî al-albâb’” Kemudian beliau bersabda, “Celakah bagi orang yang membacanya dan tidak memikirkannya!”
Dalam riwayat Ibnu Hibbân, diceritakan bahwa ‘Atâ’ dan ‘Ubaid bin ‘Umair datang ke ‘Aisyah Ra. Ibnu ‘Umair kemudian bertanya pada ‘Aisyah Ra tentang hal apa yang paling menakjubkan dari Rasulullah Saw yang pernah dilihat olehnya.
‘Aisyah Ra diam sejenak lalu berkata, “Suatu malam di antara malam-malamku, Rasulullah Saw bersabda, ‘Wahai ‘Aisyah, biarkan aku malam ini beribadah pada tuhanku.’
Aku menjawab, ‘Demi Allah, aku paling suka di dekatmu dan apa yang membahagiakanmu!’
Maka kemudian Rasulullah Saw bangun dan bersesuci. Beliau lalu salat dan tidak berhenti menangis sampai (air matanya) membasahi lekuk matanya. Beliau terus menangis sampai jenggotnnya basah. Beliau menangis sampai lantai basah.” Setelah itu, Bilâl datang menemui beliau…” (kelanjutan riwayat sama seperti riwayat sebelumnya)
Di riwayat lain, diceritakan bahwa Ibn ‘Abbâs menginap di rumah bibinya, Maimunah Ra. Malam itu, Rasulullah Saw berbincang dengan keluarganya sekian lama. Beliau kemudian beristirahat. Ketika tiba sepertiga malam terakhir, Nabi Saw bangun dan memandang ke langit. Beliau kemudian membaca ayat “innâ fî khalq…” Beliau lalu berdiri, lantas mengambil wudu dan menyikati giginya, Kemudian beliau salat sebelas rakaat. Bilâl lalu adzan. Nabi Saw lantas salat dua rakaat kemudian keluar untuk melaksanakan salat subuh. (HR. al-Bukhârî)
Sementara itu, riwayat lain Ibnu ‘Abbâs dalam Sahîh Muslim disebutkan bahwa Ibn ‘Abbâs tidur di sisi Rasulullah Saw. Nabi kemudian bangun lalu bersiwak dan berwudu lalu berkata “inna fî khalq…” Beliau membaca ayat tersebut sampai akhir surat. Setelah itu, beliau salat dua rakaat dan memanjangkan salatnya.
Setelah itu, beliau kembali ke tempat tidur dan beristirahat sampai suara nafasnya terdengar. Beliau melakukan hal tersebut (bangun, bersiwak, berwudu, membaca ayat-ayat akhir surat Ali Imran) tiga kali secara berulang sehingga terhitung enam rakaat. Beliau lalu salat witir tiga rakaat. Kemudian muadzin adzan. Rasulullah Saw pun keluar untuk salat subuh seraya berdoa,
“Allahumma ‘j’al fî qalbî nûran wa fî lisânî nûran wa ‘j’al fî sam’î nûran wa ‘j’al fî basarî nûran wa ‘j’al min khalfî nûran wa min amâmî nûran wa ‘j’al min fauqî nûran wa min tahtî nûran. Allahumma a’tinî nûran.”
“Ya Allah anugerakanlah cahaya dalam hatiku, juga dalam perkataanku, juga dalam pendengaranku, juga dalam penglihatanku, dan anugerakanlah cahaya dari arah belakangku, arah depanku, dari atasku dan bawahku. Ya Allah anugerahkan aku cahaya!” (Riwayat ini juga terdapat dalam Sunan Abî Dâud, Sunan al-Nasâî, dan Sunan Aḥmad bin Ḥanbal)
Secara eksplisit, beberapa riwayat di atas tidak memberikan informasi khusus maksud ayat yang diturunkan. Rasulullah Saw tidak memberikan keterangan apapun kecuali mengingatkan betapa pentingnya ayat tersebut untuk direnungkan. Selebihnya, riwayat tersebut hanya menggambarkan kondisi dan situasi saat Q.S. Ali Imran (3): 190 ini turun, yakni: pada tengah malam ketika Nabi Muhammad Saw sedang mendirikan salat malam sehingga beliau menangis. Atau dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau memandang langit seraya membaca ayat tersebut, setelah itu beliau beribadah. Berdasarkan konteks ini, secara implisit dapat dipahami bahwa Q.S. Ali Imran (3): 190-191 berbicara mengenai tadabbur yang mencakup olah pikir dan dzikir.
Oleh karena itu, Imâm al-Nawawî dalam Syarḥ Shaḥîḥ Muslim menganjurkan kita untuk membaca ayat-ayat tersebut sambil memandang langit saat terjaga pada malam hari karena keutamaan tadabbur. Bahkan, apabila seseorang tidur dan terbangun berkali-kali pada malam itu, maka tetap dianjurkan mengulang-ulang ayat-ayat akhir surat Ali Imran tersebut. Hal ini berdasarkan sunnah Nabi Muhammad Saw sebagaimana yang telah disebutkan.
Wallâhu a’lam bish-shawâb.