Islam sebagai agama sudah berusia hampir 15 abad. Meski begitu, jenggot dan perkara remeh lainnya masih menjadi perdebatan antar umat islam. Padahal islam itu luas. Kritikan itu dilontarkan oleh KH. Abdul Ghofur Maimoen dari Pesantren Sarang, Rembang di akun media sosialnya.
“Kemarin sore (kami) ngaji membahas cukur jenggot. Awal ngaji, saya sampaikan bahwa, umat islam itu aneh. Sudah 1400 tahun lebih umurnya kok pembahasannya masih jenggot saja,” tuturnya.
Putra dari Kiai kharismatik, KH Maimoen Zubair, ini juga menambahkan bahwa hal ini terjadi karena ada (Sebagian) umat islam yang memaksa semua umat harus berjenggot. Dan, kalau tidak berjenggot maka dianggap bagian dari fasiq.
“Ada dua mazhab, sebagian mengatakan memelihara jenggot itu wajib. Mazhab Syafiiyah mengatakan hanya sunnah. Kalau saya memahami hal ini, jenggot dan kumis itu ya seperti rambut. Semua adalah perhiasan,” tambah beliau.
Rambut bisa digundul dan bisa juga gondrong, tambah beliau, bisa juga cepak. Yang pantas mana, itu yang dijalani. Jenggot dan kumis ya seperti itu, mana yang pantas saja yang patut dijalani.
Beliau pun menjelaskan bahwa di zaman Nabi sendiri, rambut orang-orang memang gondrong. Tapi, kalau sekarang gondrong malah dianggap kurang sopan.
“Intinya, hukum dasar jenggot dan brengos itu seperti rambut di kepala. Mana yang pantas, itu yang dilakukan. Jika ada hukum lain tentang jenggot dan kumis, itu karena ada situasi tertentu seperti dianggap menirut orang kafir ketika (islam) membutuhkan sebuah identitas,” tambahnya.
Ada yang lebih penting, sebenarnya kata Gus Ghofur, yakni menghargai pendapat orang lain.
“Ada yang menggangap itu wajib, ya silakan saja dijalani. Tapi, tidak usah mengatakan fasiq kepada yang lain,” tutup beliau.