Seorang teman membagikan sebuah meme dalam Instastory-nya. Meme tersebut menjelaskan tentang kebolehan melakukan puasa Arafah dan Tarwiyah walaupun belum mengqadha puasa Ramadhan. Saya yang iseng, membalas story tersebut via Direct Message (DM). Saya menjawab, “Bagaimana kalau digabung saja, qadha puasa Ramadhan sambil puasa Arafah?”
“Bukannya nggak boleh?” jawab teman saya. Saya seketika menjelaskan banyak hal, termasuk menyebutkan dan menjelaskan beberapa pendapat ulama tentang hal tersebut.
Memang, oleh para ulama, hal ini ada beberapa pendapat. Pakar fikih madzhab Syafi’i misalnya, memiliki perbedaan pandangan. Imam an-Nawawi dan Imam al-Asnawi menuturkan bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan, sebab keduanya merupakan puasa yang berdiri sendiri (maqshud lidzatihi), sehingga tidak diperkenankan menggabung antara satu dengan yang lain, sebagaimana tidak sah menggabung niat shalat fardlu dzuhur dengan shalat sunah dzhuhur.
Berbeda dengan Imam an-Nawawi, menurut Ibnu Hajar al-Haitami menggabung puasa qadha Ramadhan dengan puasa sunnah diperbolehkan bahkan diperlukan agar mendapat pahala ganda. Ibn Hajar memiliki perbedaan pandangan terkait apakah puasa Arafah dan Tarwiyah merupakan puasa yang bisa berdiri sendiri atau tidak (ghairu maqshud li dzatihi). Ibn Hajar lebih condong pada pendapat bahwa puasa Arafah adalah puasa yang ghairu maqshud li dzatihi.
Atas dasar itu, Ibn Hajar menyebutkan bahwa diperbolehkan niat puasa Arafah dan Tarwiyah digabung dengan puasa lain, termasuk puasa qadla’ Ramadan. Sebagaimana diperbolehkan menggabungkan niat shalat fardlu dengan shalat tahiyyatul masjid.
Syaikh Abu Bakr bin Syatho’ dalam I’anah al-Thalibin menjelaskan bahwa mengerjakan puasa qadha Ramadhan pada saat waktu Tarwiyah atau Arafah, baik dengan hanya berniat qadha Ramadhan saja, atau sekaligus niat puasa sunnah Tarwiyah dan Arafah, maka tetap mendapatkan pahala berpuasa sunnah tersebut.
إذا كان عليه صوم فرض قضاء أو نذر وأوقعه في هذه الأيام المتأكد صومها حصل له الفرض الذي عليه وحصل له ثواب صوم الأيام المسنون وظاهر إطلاقه أنه لا فرق في حصول الثواب بين أن ينويه مع الفرض أو لا وهو مخالف لقول ابن حجر الآتي أنه لا يحصل له الثواب إلا إذا نواه وإلا سقط عنه الطلب فقط
“JIka seseorang mengerjakan puasa fardhu qadha Ramadhan, atau nadzar dan mengerjakannya pada hari-hari disunnahkan berpuasa (puasa Arafah, Tasu’a, Asyura’ dan 6 hari Syawal), maka ia mendapatkan pahala puasa keduanya, baik puasa qadha puasa Ramadhan atau puasa-puasa sunnah, baik diniati bersama puasa fardu atau tidak. Hal ini berbeda dengan pendapat Ibn Hajar yang menyebutkan bahwa tidak akan mendapatkan pahala kecuali ia berniat puasa. Jika tidak diniatkan puasa sunnahnya, maka ia cukup menggugurkan kewajiban qadha puasa Ramadhannya.”
Dalam pendapat di atas, Ibnu Hajar al-Haitami menyebutkan bahwa puasa-puasa sunah yang dianjurkan tersebut hukumnya seperti shalat sunah Tahiyyatul Masjid, karena yang terpenting adalah wujudnya puasa pada hari-hari tersebut. Bila diniati besertaan puasa fardu, maka hasil pahala keduanya. Bila hanya niat fardu, maka minimal dapat menggugurkan tuntutan”.
Syekh Yasin bin Isa al-Fadani, salah satu ulama Nusantara dalam kitabnya, al-Fawaid al-Janiyah menjelaskan bahwa ada beberapa ibadah yang bisa dilakukan dengan bersamaan dengan menggabungkan niatnya. Syekh Yasin al-Fadani membagi hal ini menjadi empat bagian.
Nomer dua dari empat tersebut adalah menggabungkan ibadah fardhu dengan ibadah sunnah. Syekh Yasin mencontohkan dengan mandi junub pada hari Jumat, yang kebetulan ada kesunahan mandi untuk shalat Jumat. Jika kita niat melakukan mandi Junub dan mandi sunnah, maka kita dapat kedua-duanya.
Nah, kamu yang masih bingung, mau puasa Arafah atau qadha puasa dulu, diniatkan saja puasa qadha Ramadhan saja, jika memungkinkan diniatkan juga puasa Arafah. InsyaAllah dapat pahala kedua-duanya, minimal qadha puasa Ramadhan kita sudah selesai.
Wallahu A’lam.