Dalam senandung shalawat Nabi Muhammad kerap disebut dengan bermacam julukan. Kadang disapa karena kedudukannya sebagai utusan Allah. Misalnya yâ Rasulullâh (wahai Utusan Allah), ya Thâhâ al-Hâdi (wahai Thâha yang membawa petunjuk).
Thâhâ adalah panggilan Allah kepada Nabi dalam Al-Quran yaitu pada surat Thâhâ. Sebagian ahli tafsir juga menganggap yâsin, nama salah satu surat, juga menjadi julukan Nabi Muhammad
Shalâtullâh salamullâh ‘alâ Thâhâ Rasulillâh
Shalâtullâh salâmullah ‘alâ Yâsîn Habîbillah
Berkah dan penghormatan dari Allah hanya bagi Thâha, Utusan Allah
Berkah dan penghormatan dari Allah hanya bagi Yâsîn, Kekasih Allah
Nabi Muhammad sering pula disebut dengan melihat kedudukannya di antara utusan Allah yang lain atau manusia pada umumnya. Misalnya ya khatamal anbiyâ’i yang berarti wahai Penutup para Nabi. Panggilan ini paling akrab didengar. Ada contoh lain, ya Khair al-Hâdi yang mengandung pengertian wahai sebaik-baiknya pembawa petunjuk. Dalam syair lain Nabi Muhammad juga disapa dengan yâ sayyid as-Sâdâti, wahai junjungan para tuan.
Ketika Nabi Muhammad dikaruniai putra bernama Ibrahim, di kalangan sahabat beliau akrab disebut Yâ Aba Ibrahîm, wahai Bapaknya Ibrahim. Dan tatkala Fatimah melahirkan dua anak lelaki, Nabi mendapat julukan baru, Yâ Jaddal Husaini, yang artinya wahai kakek dari Hasan dan Husain.
Tentu masih banyak lagi julukan Nabi yang lain. Dan di balik nama-nama itu terselip bermacam cerita yang kadang mengharu biru, kadang membuat kita terhenyak.
Sebagaimana julukan Nabi yang disebut terakhir, beliau diberi kesempatan merasakan menjadi seorang kakek. Nama Hasan dan Husein baginya laksana lagu merdu yang beliau dendangkan tak henti-hentinya. Nabi seperti mendapat pengganti dari Ibrahim, putranya, yang meninggal semasa masih kecil.
Di sela-sela kesibukannya membimbing umat Rasulullah tak lupa menemui cucu-cucunya itu. Ia datang ke rumah Fatimah dan berkata, “Panggillah dua orang anakku itu datang kemari,” kata beliau kepada Fatimah. Nabi tak menyebut cucu tapi anaknya karena begitu cintanya.
Dalam kesempatan lain saat Nabi sedang lewat di depan rumah Fatimah, beliau mendengar suara Husein sedang menangis. Buru-buru beliau singgah sebentar dan menegur Fatimah. “Wahai Fatimah! Apakah engkau tidak mengerti bahwa tangis anak itu sangat menyedihkan hatiku?”
Nabi tidak tega mendengar tangis cucunya.
Seorang sahabat, Usamah bin Zaid bercerita. “Suatu hari saya mengetuk pintu rumah Nabi untuk satu keperluan. Beliau menggendong sesuatu yang tidak saya ketahui karena ditutupi kain selimut. Karenanya saya bertanya, “Anda sedang menggendong apa ya Rasulallah?”
Beliau langsung membuka selimut gendongannya. Ternyata yang beliau gendong adalah Hasan dan Husein. Dengan tersenyum beliau berkata, “Ini dua anak lelakiku dan dua anak lelaki Fatimah, anak perempuanku, ya Allah. Sungguh aku mencintai keduanya dan mencintai juga orang yang mencintai mereka ini!”
Setelah Hasan dan Husein beranjak besar, Nabi suka sekali bercanda dengan mereka. Seringnya beliau bercanda dengan cucunya terkadang membuat para sahabat heran.
Dalam momen ini Abu Hurairah, Sang Perawi termasyhur, punya kisah. Ketika Nabi bercanda dengan Hasan, beliau menjulur-julurkan lidahnya ke arah Hasan sehingga tampak lucu. Hasan yang melihat lidah kakeknya seperti itu menjadi tertawa kegirangan.
Dalam kesempatan lain, giliran adik Hasan yaitu Husein yang bergurau dengan Nabi. Husein disuruh oleh beliau untuk menginjak kakinya, sedang kedua tangan beliau memegangi kedua bahu Husein. Setelah itu beliau menggoyang-goyangkan kakinya seraya berkata: “Ayo panjat…… panjat….panjat.
Husein pun merambatkan kakinya terus hingga menginjak dada beliau. Lalu mendekapnya dengan erat serta menciumi mulut Husein. Suatu saat Husein sedang asyik bermain dengan teman-temannya. Kebetulan Nabi lewat bersama para sahabat untuk menghadiri sebuah jamuan makan. Nabipun langsung mendekat dan berusaha memegang cucunya. Namun Husein menghindar dan langsung berlari.
Nabi pun tersenyum kecil melihat kenakalan cucunya. Ia penasaran. Dikejarnya Husein hingga tertangkap dan dengan rasa sayang ia cium Husein. Nabi tersenyum senang dan Husein pun tertawa riang.
Melihat kejadian itu para sahabat merasa heran. Karena beberapa di antaranya tidak seperti Nabi. Salah satu dari mereka berkata, “Nabi Muhammad memperlakukan cucunya demikian sayangnya. Demi Allah, saya punya anak tetapi saya belum pernah menciumnya!”
Mendengar ucapan sahabat ini, Nabi lalu berkata kepadanya, “Barangsiapa tidak mengasihi, maka ia pun tidak akan dikasihi.”
Nabi begitu mengasihi kedua cucunya. Ia suka menggendong dan menciumi mereka dengan penuh kasih. Ketika itu beliau juga tak luput dikencingi oleh anak-anak. Seringkali.
*cerita ini pernah juga termuat di Syir’ah edisi 55, Juli 2004