Apabila kita berbicara tentang sejarah berdirinya NU, tentu nama KHR. As’ad Syamsul Arifin pasti ikut disebutkan. Beliau berperan sebagai mediator berdirinya ormas terbesar Indonesia, Nahdlatul Ulama. Tongkat dan tasbih sebagai isyarat Syaikhuna Kholil Bangkalan diantarkan oleh Kiai As’ad kepada KH. Hasyim Asy’ari di Jombang. Menurut cerita yang ada, tongkat dan tasbih itu dibawa Kiai As’ad tanpa merubah posisinya sejak diberi Syaikhuna Kholil hingga sampai ke Mbah Hasyim.
Nama Kiai As’ad juga tidak asing bagi kalangan pemerhati sejarah kemerdekaan Indonesia. Beliau adalah salah satu pelopor dalam pergerakan kemerdekaan, khususnya bagi kalangan santri. Beberapa jejak perjuangannya dinapak-tilasi dan abadi di ingatan banyak orang. Di antaranya adalah misi melucuti senjata penjajah di Jember, dan Bondowoso. Karena itu, tidak heran bila Pak Harto, Presiden RI kedua pernah datang ke Ponpes Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo untuk bertemu beliau. Terhitung sejak tahun 2016, Kiai As’ad resmi diangkat sebagai salah satu pahlawan nasional.
Bila dibandingkan, memang sedikit berbeda antara sosok Kiai As’ad yang terdengar di luar, dengan apa yang dikenal oleh kalangan santrinya sendiri. Selain yang telah disebutkan tadi, santri beliau lebih mengenalnya sebagai sosok Kiai Kharismatik yang concern dengan ekologi dan kebersihan lingkungan, terutama dalam Pondok Pesantren.
Begitu kharismatiknya beliau, hingga ketika itu hanya ada satu Kiai di pondok. Manakala disebut kiai, maka yang dimaksud adalah KHR. As’ad Syamsul Arifin. Deretan guru alim lainnya yang juga memiliki garis keturunan kiai disebut dengan gelar Syaikh, seperti Syaikh Dhofir, maksudnya adalah KH. Dhofir Munawwar, Syaikh Thoha, maksudnya adalah KH. Thoha.
Kiai As’ad sebagai sosok pemerhati lingkungan juga tak kalah populer di kalangan santri. Setiap pagi dan petang beliau mengontrol sendiri keadaan pesantren. Berkeliling pondok, melihat setiap sudut pondok, hal utama yang beliau perhatikan adalah kebersihan, pembuangan sampah dan sisa-sisa bahan bangunan pondok yang tercecer.
Menurut cerita yang sampai dari santri sepuh yang menututi beliau, Kiai As’ad membawa cetok sendiri, mengontrol keliling pondok untuk membenahi sisa-sisa bangunan dan membersihkan lingkungan sekitar. “Engko’ gheliek ngabase rombu”, “aku tidak nyaman melihat sampah”, kurang lebih begitu terjemahan kalimat petuah Kiai As’ad seputar lingkungan untuk mengajarkan santrinya akan kebersihan.
Pada beliau juga terlihat sosok yang mengkolaborasikan pemerhati lingkungan dengan sosok yang mencintai Baginda Nabi Muhammad SAW. Setiap tahun dalam penyambutan acara maulid Nabi, beliau juga mengadakan pesta kebersihan yang dikemas dengan lomba kebersihan asrama. Tak heran, semua santri begitu semangat berlomba-lomba membersihkan lingkungan dan merehabilitasi asrama sebagus mungkin. Dengan keyakinan bahwa Nabi Muhammad saw. akan rauh saat acara maulid. Meski mereka tidak melihat nabi dengan nyata, rasa malu timbul sendirinya bila kedatangan sosok agung sementara kondisi lingkungannya tidak karuan.
Hal lain yang mengindikasikan bahwa Kiai As’ad memiliki perhatian khusus pada kebersihan lingkungan adalah membuat pengurus khusus untuk membersihkan lingkungan pesantren, halaman, jeding, dan tempat ngaji dan ibadah. Tidak berhenti di situ, tatkala beliau melarang madrasah untuk libur selama lebih dari tiga hari –untuk mengajarkan bahwa mengaji adalah nilai prinsip santri-, beliau memberi aturan khusus bagi petugas kebersihan tersebut. Bukan dengan predikat izin dalam absensi madrasah, melainkan dengan status “tugas” dan ini dianggap hadir, sama dengan santri lainnya yang masuk kelas.
Begitu kuat pengajaran dan teladan beliau pada santrinya tentang kebersihan, hingga para santri fanatik bahwa nilai khidmat yang meniscayakan manfaat dan keberkahan ilmu diukur dengan intensitas menyapu, menguras jeding, dan memungut sampah dalam rangka menciptakan suasana yang nyaman bagi santri untuk mengaji.
Bila dicocokkan dengan sumber otoritatif Islam, Kiai As’ad -dengan teladan dan pengajaran beliau tentang kebersihan lingkungan- adalah representasi dari hadis Nabi yang memerintahkan sahabat untuk membersihkan lingkungan:
طَهِّرُوْا أَفْنِيَتَكُمْ، فَإِنَّ الْيَهُوْدَ لاَ تُطَهِّرُ أَفْنِيَتَهَا
“Bersihkan lingkungan kalian, karena sesungguhnya orang yahudi tidak akan membersihkan halaman-halamannya”.
‘Ala kulli hal, bila kita masih gengsi dan canggung untuk memerhatikan lingkungan alam sekitar, maka segera sadar bahwa jiwa besar Pahlawan Nasional seperti Kiai As’ad penuh dengan teladan pengajaran seputar kebersihan dan kenyamanan lingkungan alam.