Bersyukur itu kata yang mudah diucapkan namun amat langka dilakukan. Bagaimana tidak? Seringkali Allah, Sang Pencipta, menganugerahkan nikmat-Nya kepada kita dalam jumlah yang tak terhingga, namun sedikit sekali atau bahkan sama sekali kita lupa bersyukur kepada-Nya.Kita tidak mungkin bisa bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat itu manakala kita tidak mampu menyadari dan mengenali setiap anugerah yang dicurahkan-Nya.
Manusia, ya kita semua, adalah makluk-Nya yang sering durhaka, sangat sedikit berterima kasih alias tidak pandai bersyukur. Bahkan menyekutukan-Nya, dengan berterima kasih kepada siapa dari selain Allah yang hakikatnya tidak memberikan apa-apa kepada kita. Bagaimana jika demikian kita pantas berharap dekat kepada-Nya yang telah banyak memberi anugerah itu?
Karena lalai terhadap anugerah Allah, maka kita, sebagai hamba-Nya, tak pernah mampu untuk sekedar mengenal-Nya, mengingat-Nya dalam benak kita walau sesaat pun, apalagi untuk bersyukur kepada-Nya. Sehingga karena lalai atau tak pernah mengingat-Nya, maka keseluruhan anugerah itu, satu persatu, digunakan untuk melawan dan mendurhakai-Nya.
Ya, kita seringkali menggunakan setiap anugerah Allah untuk mendurhakai-Nya. Tidak ada sebuah kemaksiatan yang kita lakukan kecuali pasti karena kita sedang dan telah menyalah gunakan nikmat dan anugerah dari Allah. Adakah sikap yang lebih kurang ajar dari pada tidak pandai bersyukur?
Oksigen yang setiap saat kita hirup secara gratis adalah pemberian dan anugerah yang sangat berharga dari Allah, namun kita lalai mengingatnya sebagai anugerah. Dengannya kita bernafas sepanjang hayat, namun tak terlintas sesaat pun bahwa itu anugerah-Nya sehingga pun kita melalaikan-Nya, amat sedikit mengingat-Nya, lalu karenanya tiba-tiba saja kita sudah berkubang dalam lumpur dosa-dosa.
Bertanyalah sesekali kepada orang-orang yang berpenyakit asma, sesak napas, apakah bisa bernapas lega itu suatu nikmat? Oh ya, tentu sangat nikmat. Tak akan dapat diingkarinya, bahwa bernapas lega adalah sangat nikmat. Bahkan mereka yang sesak napas itu mau membayar mahal untuk sekedar melegakan napasnya. Tetapi mengapa di antara mereka yang pernah sesak napas atau bisa bernapas lega itu juga lupa bersyukur kepada-Nya?
Bisa buang air kecil dengan tanpa rasa sakit dan lancar adalah nikmat yang patut disyukuri. Tetapi mengapa kita lupa untuk menyukurinya sehingga ada di antara kita kencing di sembarang tempat, bukan di tempatnya, bahkan tidak bersuci setelahnya?
Jika tidak percaya, tanyakan saja kepada orang yang terkena gangguan saluran kencing, batu ginjal dan sebagainya yang menyebabkan mereka sulit buang air kecil, apakah kencing dengan lancar itu suatu nikmat? Oh ya, tentu saja suatu nikmat yang harus disyukuri.
Karenanya mereka pun tidak segan membayar mahal agar buang air kecilnya itu nyaman dan lancar. Namun mengapa di antara mereka atau kita lupa bersyukur dan tidak membaca doa setelahnya?
Bahkan, naudzu billahi, mengapa di antara kita menggunakan alat kelamin pemberian-Nya itu untuk melampiaskan syahwat secara terlarang. Itu semua karena kita melupakan anugerah besar dari-Nya sehingga kita pun lupa bersyukur kepada-Nya.
Apa yang saya sebutkan di atas hanyalah sekedar ilustrasi, masih berserak contoh lainnya yang bisa kita renungkan. Ya, sehingga kita perlu banyak bertafakur tentang sejumlah banyak karunia dan kemurahan-Nya, agar kita pandai bersyukur dan tidak membuat kerusakan di muka bumi, sebab kita akui sebagai manusia memang kita sangatlah zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah.
Tafakur atas banyaknya anugerah Allah itu akan memupuk ketaatan kepada Allah dan mendorong untuk sibuk mengecam diri sendiri sehingga lupa menghujat orang lain, sebagaimana kini banyak orang yang baru belajar agama justru untuk istiqamah mengoreksi dan menyerang orang lain.