Menurut madzhab Syafi’i orang yang berhak menerima zakat fitrah tidak berbeda dengan orang yang berhak menerima zakat harta yaitu 8 golongan (ashnâf) sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (التوبة [9]: 60)
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 60).
Menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Maliki, zakat fitrah hanya dapat diberikan kepada fakir miskin, bukan semua golongan (ashnâf) sebagaimana dalam zakat harta. Sebagian ulama madzhab Maliki berpendapat sama dengan madzhab Syafi’i, yakni golongan yang berhak menerima zakat fitrah, sama dengan golongan yang berhak menerima zakat harta.
Oleh karenanya, jika menyerahkan zakat fitrah atas nama golongan selain fakir miskin, kepada ustadz, kiyai, muadzin dan lain-lain, hukumnya TIDAK SAH menurut madzhab Syafi’i dan menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Maliki.
Berbeda jika menyerahkan zakat kepada ustadz atau kiyai yang fakir atau miskin dengan atas nama fakir miskin karena pada kenyataannya ustadz atau kiyai tersebut fakir atau miskin, maka hukumnya sah menurut semua ulama. []
K.H Muhibbul Aman Aly dari Ponpes Besuk Pasuruan;