Kepala Badan Meteorologi, Kalimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Senin (29/1/2018) di Jakarta, mengumumkan akan terjadi fenomena gerhana bulan pada 31 Januari.
Gerhana bulan merupakan fenomana alam yaitu saat bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama. Sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalang oleh bumi.
Lantas adakah amalan-amalan yang dianjurkan dalam Islam?
Umum di ketahui bahwa pada era kenabian pernah terjadi gerhana yaitu pada bulan jumad al-thani tahun kelima atau keenam hijriyah. Ada lagi yang berpendapat bahwa shalat gerhana matahari dishariatkan pada tahun dua hijriyah dan shalat gerhana bulan pada tahun kelima bulan jumad al-thani.
Menurut para ulama mengerjakan shalat gerhana hukumnya sunnah muakkad. Mengenai prakteknya mirip seperti shalat ied yaitu shalat terlebih lebih dahulu kemudia dilanjutkan khutbah, sebagaimana yang terdokumentasikan dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari:
(صحيح البخارى – (ج 4 / ص269
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ انْخَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – ، فَصَلَّى رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – ، فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ قِرَاءَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ، ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً ، وَهْوَ دُونَ الْقِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ، وَهْوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ سَجَدَ ، ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهْوَ دُونَ الْقِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ، وَهْوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً ، وَهْوَ دُونَ الْقِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ، وَهْوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ سَجَدَ ، ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ تَجَلَّتِ الشَّمْسُ ، فَقَالَ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ ، لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللهَ »
“Dari Abdullah bin Abbas, bahwa pada suatu hari terjadi gerhana matahari. Lalu Rasulullah SAW berdiri untuk mengerjakan shalat. Beliau berdiri lama sekali, kira-kira sepanjang bacaan surat Al-Baqarah, kemudian beliau ruku’ juga sangat lama. Lalu berdiri kembali dengan waktu yang sangat lama, tetapi lebih pendek dibandingkan dengan waktu berdiri yang pertama tadi. Kemudian beliau ruku’ lagi yang lamanya lebih pendek daripada ruku’ pertama. Lalu beliau sujud. Selanjutnya beliau berdiri lagi dan waktu berdirinya sangat lama hingga hampir menyamai rakaat pertama. Setelah itu beliau ruku’ dan lamanya hampir sama dengan ruku’ yang pertama. Lalu berdiri lagi, tetapi lebih pendek dibanding dengan berdiri yang pertama. Kemudian ruku’ lagi yang lamanya lebih pendek daripada ruku’ pertama, dan kemudian sujud. Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat, matahari telah kembali normal seperti biasa. Beliau bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan itu adalah dua tanda kekuasaan Allah. Terjadinya gerhana matahari dan bulan itu bukanlah karena kematian atau kehidupan seeorang. Maka jika engkau melihatnya, ingatlah dan berzikirlah kepada Allah”
Dari hadis di atas disimpulkan, pelaksanaan shalat gerhana sedikit berbeda dengan pelaksanaan s}ala>t pada umumnya, yaitu terdapat ruku’ dua kali dalam satu rakaat.
*) Penulis adalah Pegiat Komunitas Literasi Pesantren, tinggal di Kediri