Khutbah Idul Fitri Penuh Kebencian di Jakarta. Ustadz Belum Move On?

Khutbah Idul Fitri Penuh Kebencian di Jakarta. Ustadz Belum Move On?

Khotbah sebuah masjid di Jakarta menebar kebencian. Muslimah memilih mundur dari shaf karena tidak tahan pesan SARA yang disampaikan.

Khutbah Idul Fitri Penuh Kebencian di Jakarta. Ustadz Belum Move On?
Jakarta dinaungi awan kebencian. Ilustrasi by Toto Prastowo

Tak seharusnya usai shalat Ied aku marah. Kutinggalkan shaf dan pulang ke kosanku. Ini bukan yang pertama aku pulang di tengah ceramah selama isi ceramahnya sampah.

Aku pulang melakukan meditasi, memaafkan diri sendiri dan ustaz yang barusan ceramah di mesjid.

Ketika si ustaz terus bergunjing untuk Ahok, paragraf pertama ia ceramah, aku masih menunggu, mungkin usai ini akan ada cerita-cerita tentang para nabi dan suri tauladan Nabi Muhammad yang dibahas. Sebagaimana ceramah-ceramah yang selalu kurindukan dan sering kudengar di mesjid-mesjid dulu.

“Penista agama masih dengan aman melenggang di atas bumi pertiwi,” ia melanjutkan.

Berputar berbagai pertanyaan di otakku. Apa maksudnya dia? Lalu Ahok tidak boleh hidup? Padahal dia sekarang ada di penjara. Apa yang baru saja dia ajarkan pada umat? Untuk membinasakan Ahok? Untuk saling membenci sampai mati?

Segera kugulung sajadahku dan kubisiki tetanggaku “ini ustaz belum move on, aku pulang duluan, Uni.”

Apa artinya fitrah? Kenapa kita diajarkan saling memaafkan? Untuk apa kata-kata minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin bersiliweran dimana-mana, di semua socmed dan pesan broadcast. Apa artinya memaafkan yang sesungguhnya kalau hati dipenuhi dengki dan kebencian.

Oke. Kulanjutkan meditasi dan melakukan dialog dengan Tuhanku, di sudut kamarku yang kecil di kosan Jakarta sambil merayakan rindu untuk ibu.

Mohon maaf lahir dan batin. []

Disclaimer: Nama masjid sengaja disamarkan