Dajjal, makhluk akhir zaman yang sering digembor-gemborkan Rahmat Bayquni dan Tengku Dzulkifli akan segera muncul dalam waktu dekat, ternyata telah benar-benar muncul. Bukan di dunia nyata, melainkan di serial Netflix original yang berjudul Messiah. Mungkin lebih tepatnya menggunakan frasa “telah tayang” bukan “telah muncul”.
Serial yang mendapatkan banyak respon negatif di awal kemunculan trailernya ini, mengawali episodenya dengan kisah seorang anak kecil bernama jibril yang ketakutan dengan suara tembakan dan bom yang berada di luar rumahnya. Jibril juga bercerita kepada ibunya perihal temannya yang sudah ‘tiada’.
Sang Ibu menjawab dengan mengutip surat at-Taubah ayat 31: “Qul lan yushibana illa ma kataballahu lana,” (Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami) dengan hendak menenangkan dan meyakinkan anak kecil yang masih belum jauh mengerti kejamnya hidup di daerahnya, Suriah, yang saat itu tengah berada dalam gempuran ISIL (Islamic State in Iraq and the Levant)/ISIS.
Saat mulai menonton episode pertama serial karya Michael Petroni ini, saya menduga jika serial ini membawa banyak pesan dan kritik sosial. Munculnya seorang bermuka Persi secara tiba-tiba di kawasan gurun Suriah dengan membawa pesan perdamaian dan persatuan menguatkan asumsi saya terkait hal ini. Namun tidak hanya sekedar ajakan perdamaian dan persatuan, pria berambut panjang yang kelak disebut Imam oleh Jibril dan kawan-kawannya ini juga membawa beberapa ramalan dan hal-hal yang cenderung mistik.
Salah satu ramalan pertamanya di serial ini adalah bahwa kelompok ISIL akan tumbang. Ramalan ini diragukan oleh orang-orang yang mendengarnya, pasalnya saat itu, tentara ISIL sudah menguasai ibu kota Suriah, Damaskus. Walaupun tak ada yang percaya, pria yang tidak diketahui namanya ini tetap berdiri di tempatnya dan tak melangkah sejengkalpun.
Tak diduga, badai pasir pun datang selama 38 hari meluluh-lantahkan tentara ISIL dan membebaskan warga Damaskus dari cengkraman mereka. Pria berambut panjang bak Nabi Isa ini ternyata masih “sehat wal afiyat” di tempat ia berdiri 38 hari yang lalu. Pristiwa inilah yang membuatnya memiliki ratusan pengikut dari Damaskus.
Ratusan pengikut dari Damaskus adalah embrio menguatnya pengkultusan atas dirinya. Pengkultusan mulai berlanjut saat ia membawa pengikutnya melewati gurun dan menyebrang menuju gerbang Tepi Barat Israil. Ia mulai dilirik dunia internasional dan mulai mendapatkan sebutan Messiah. Inilah sebenarnya awal konflik dalam film ini. Populartias Sang Messiah pun ‘dilirik’ oleh agen Israil bernama Aviram dan agen CIA, Eva Geller (Michelle Monaghan).
Dalam beberapa episode selanjutnya serial ini dipenuhi dengan ‘lambe lamis’ sang Messiah dan beberapa keajaibannya: berhasil melarikan diri dari penjara Israel dan berpindah tempat ke negara lain dalam sekejap, melindungi gereja yang hampir disambar tornado, berjalan di atas air, dan ramalan tsunami di pantai Florida. Semua keajaiban tersebut berhasil mengantarkannya menjadi tokoh suci yang diikuti ribuan orang, bahkan pemerintah A.S dan Israel pun ketar-ketir dibuatnya.
Pesan-pesan satire dan kritik sosial yang muncul di episode-episode awal hilang begitu saja di episode-episode pertengahan yang hanya berkutat pada soal kepastian dan kebenaran si tokoh Messiah. Kritik sosial hanya sesekali muncul di episode pertengahan, yang muncul hanya pengkultusan versus deligitimasi, begitu saja seterusnya hingga akhir. Jauh berbeda dengan film India berjudul “P.K” yang ‘menyentil’ seluruh pihak.
Para penonton juga akan disuguhi tebak-tebakan siapa sesungguhnya Messiah ini. Beberapa orang menganggap bahwa Messiah memang benar-benar seorang juru penyelamat yang sangat dinanti-nanti, tapi penyelidikan Eva menunjukkan sebaliknya: Messiah adalah pria asal Iran bernama Payyam al-Ghosary yang jago sulap dan memiliki penyakit halusinasi parah. Selain itu, Eva menemukan dukungan logistik dari kelompok Rusia, yang selalu distigmakan sebagai pihak yang berlawanan dengan pemerintah A.S. Asumsi Eva, tokoh ini sengaja diciptakan untuk memancing instabilitas nasional di A.S.
Saya sendiri yang menonton dari episode pertama hingga episode terakhir jadi labil dan terbawa emosi. Kuatnya karakter Payyam al-Ghosary sebagai seorang Messiah dan terkadang inkonsisten dengan ucapannya sendiri membuat saya sebagai penonton ikut meragukan statusnya. Saya pun berandai-andai, jangan-jangan semua keajaiban yang muncul darinya hanya trik sulap, jangan-jangan ramalan-ramalan dan kemampuannya membaca riwayat masa lalu seseorang hanya bisikan earphone ‘tak terlihat’ di telingannya, dan “jangan-jangan” yang lain.
Messiah: Dajjal atau Nabi Isa?
Walaupun di kepala saya sudah terpatri bahwa Messiah dalam serial ini hanyalah tokoh fiksi, namun saya masih saja tetap menebak-nebak: Apakah Messiah dalam serial ini ilustrasi Nabi Isa atau Dajjal?
Dalam Islam, tokoh yang disebut Messiah (al-Masih, dalam bahasa Arab) adalah Nabi Isa dan Dajjal. Kata al-Masih dalam bahasa Arab sebenarnya tidak bermakna tunggal. Penyematan kata al-Masih untuk Nabi Isa AS dan Dajjal tidak memiliki konotasi yang sama. Artinya, julukan al-Masih untuk Nabi Isa dan Dajjal tidaklah sama.
Dalam beberapa kamus bahasa Arab otoritatif disebutkan beberapa perbedaannya. Lisanul Arab menyebutkan bahwa julukan “al-Masih” disematkan kepada Nabi Isa karena ia mampu menyembuhkan orang buta dengan mengusapkan tangannya.
سمي بذلك لأَنه كان يمسح بيده على العليل والأَكمه والأَبرص فيبرئه بإِذن الله
“Nabi Isa disebut sebagai al-Masih karena dengan tangannya ia mengusap dan menyembuhkan orang yang sakit, buta, dan penderita kusta.”
Kata al-Masih yang dimaksud dalam Lisanul Arab ini adalah merupakan derivasi dari kata ma-sa-ha yang artinya mengusap. Dalam kamus al-Munir, al-Masih untuk Nabi Isa diartikan sebagai al-Katsir al-Sayyahah (orang yang banyak melakukan perjalanan).
Hal ini berbeda dengan Dajjal. Dalam Jami’ al-Ushul, Ibnu Ashir menyebutkan makna dari al-Masih untuk Dajjal, yaitu:
سمي الدجال مسيحاً، لأن عينه الواحدة ممسوحة، والمسيح: الذي أحد شقي وجهه ممسوح، لا عين له ولا حاجب
“Sebutan al-Masih untuk Dajjal karena salah satu matanya hilang (terhapus). al-Masih: orang yang salah satu sisi wajahnya mamsuh (terhapus), tidak ada matanya dan tidak ada alisnya.”
Jika dikaitkan dengan definisi di atas, sang Messiah a.ka Payyam al-Ghossary ini sama sekali tidak memiliki kriteria dan ciri-ciri Dajjal yang juga disebutkan dalam beberapa hadis sahih: matanya satu dan pada dahinya tertulis kata ka-fa-ra (dengan tulisan Arab). Tokoh Messiah dalam serial ini justru sangat memiliki kemiripan dengan ciri Nabi Isa yang diramalkan akan turun di akhir zaman dan tidak bermata satu serta tidak memiliki tulisan ka-fa-ra di dahinya. Kok, saya jadi serius begini. Hehe.
“Btw, kalau Dajjal sudah ada kata ka-fa-ra di dahinya, berarti semua orang bisa tahu kalau itu Dajjal beneran, dong?” tanya teman saya saat diskusi serial ini.
“Katanya, yang bisa baca hanya orang yang bersih hatinya. Tapi sama saja, kalau dia tidak bisa bahasa Arab juga nggak bakalan tahu, hehe,” jawab saya disambut ger-geran kita berdua.
Jangankan saya yang tak kunjung mendapat kepastian terkait tokoh ini, apakah Dajjal atau bukan, para sahabat dan ulama zaman dahulu saja beberapa kali menuduh orang lain Dajjal, dan ternyata masih belum bisa dibuktikan kebenarannya.
Serial Messiah dan Konflik Iran vs A.S
Adakah maksud terselubung dari serial Messiah ini untuk stigmatisasi pihak tertentu? Tentu kita harus memastikannya langsung kepada para pembuatnya. Namun sebagai penonton, saya menduga adanya stigmatisasi itu. Tokoh Messiah yang digambarkan berasal dari Iran dan diduga hendak melakukan ‘kegaduhan’ di seluruh dunia, tak terkecuali di Amerika, setidaknya mewakili asumsi saya.
Simbol Messiah yang diasosiasikan berdialek dan bermuka Iran, orang-tuanya terbunuh oleh tentara Amerika, serta tumbuh besar dalam konflik di Kuwait menjadi representasinya. Payyam, sang Messiah, dianggap memiliki dendam kepada Amerika atas terbunuhnya kedua orang tuanya dan masa kecilnya yang menyakitkan.
Maklum saja, menggambarkan musuh negara dalam film-film Hollywood memang salah satu kelebihan Amerika. Saat menonton film-film Hollywood, kita akan selalu ditunjukkan villain pemerintah Amerika, berikut intrik dan kekejamannya. Rusia (Soviet) dan Nazi di Jerman adalah dua musuh Amerika yang sering muncul dalam Film Avengers, Captain America, Mission Impossible, dan beberapa film lain.
Penayangan serial Messiah yang secara kebetulan bertepatan dengan memanasnya konflik Iran versus Amerika, setelah terbunuhnya Jendral Pasukan Khusus al-Quds, Mayor Jenderal Qasem Soleimani atau Ghasem Soleimani, tentu membawa cerita tersendiri, terutama dalam sisi marketing, mengingat Netflix merupakan perusahaan asal California.
Namun, bagi penikmat film ketika senggang seperti saya, ada atau tidak keterkaitan suatu film dengan kebijakan geo politik negara asal pembuatnya tidaklah penting. Sebab yang terpenting adalah saya bisa menikmati filmnya dan tebakan saya berhasil di episode terakhir.
Percayalah, apapun tebakan Anda atas status Payyam al-Ghossary a.ka Messiah tidak akan terwujud di akhir episode serial ini. Apalagi jika kalian lebih memilih untuk menunggu link download-annya di situs web seperti indoxx1 –yang sudah terblokir- dari pada bayar langganan Netflix, ujung-ujungnya, ya, nonton sinetron di Indosiar, “Mencuri untuk Bayar Netflix, Jenazah Terbakar Ledakan Smartphone yang Di-charge.” Hehe. (AN)