Bulan Dzulhijah dikenal dengan bulan haji. Salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah, yang menjadi momen perlombaan untuk memperbanyak amal kebaikan. Bulan Dzulhijah juga merupakan salah satu bulan haram, bulan di mana Allah melipatgandakan ganjaran amal saleh dan menjadikan perbuatan dosa yang dilakukan di dalamnya lebih besar pula. Pesan indah dari Allah tersurat dalam surat al-Taubah yang berbunyi:
فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan (haram) yang empat itu“
Di dalam bulan Dzulhijah ada hari-hari yang dipilih oleh Allah sebagai hari-hari terbaik sepanjang tahun. Allah berfirman:
والفجر وليال عشر
“Demi fajar, dan malam yang sepuluh” (Q.S. Alfajr: 1-2)
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan 10 malam yang terdapat dalam ayat tersebut. Namun yang paling kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud adalah 10 hari pertama dalam bulan Zulhijah.
Dalam konteks ayat tersebut, yang dimaksud dengan al-fajr adalah fajar pada hari raya Idul Adha. Pendapat tersebut berdasarkan hadis Nabi dari Jabir r.a.:
إن العشر عشر الأضحى، والوتر يوم عرفة، والشفع يوم النحر
“Sesungguhnya yang dimaksud dengan 10 itu adalah 10 bulan Al Adha (bulan Dzulhijah), dan yang dimaksud dengan ganjil adalah hari Arafah, dan yang dimaksud dengan genap adalah hari raya Idul Adha. (HR. Ahmad)
Sepuluh hari pertama dalam bulan Dzulhijah merupakan waktu-waktu terbaik untuk beramal saleh. Bahkan jika seseorang melakukan amalan yang mafdhul (kurang utama) di hari-hari tersebut, maka bisa jadi lebih utama daripada seseorang melakukan amalan yang utama di selain sepuluh hari awal bulan Zulhijah. Karena amalan dalam hari-hari tersebut adalah amalan yang paling dicintai Allah. Rasululah bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ . يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada satu amal saleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal saleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.”
Amalan yang bisa dilakukan dalam sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijah adalah salat, membaca Alquran, sedekah, puasa, atau amal saleh lainnya. Di antara amalan yang sangat dianjurkan adalah puasa. Dari Hunaidah bin Khalid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya
Dalam kitab Lathaif Al Ma’arif disebutkan bahwa sahabat yang mengamalkan puasa selama sembilan hari pada awal Dzulhijah adalah Ibnu Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qatadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama.
Namun ada riwayat hadis dari Aisyah yang menyebutkan bahwa Nabi tidak berpuasa penuh, melainkan hanya berpuasa di sebagian hari dan berbuka di sebagian hari, misalnya pada hari Tarwiyah dan Arafah.
Selengkapnya, klik di sini