Dikisahkan ada seorang sufi bernama Abdullah bin Ja’far. Beliau keluar rumah dan menuju ke sebuah pekarangan. Dengan kedunya Abdullah lewat di sebuah pekarangan milik tuan tanah. Di dalam kebun itu terdapat seorang budak yang masih remaja. Kerjanya sangat giat dan rajin. Budak tersebut tampak tidak punya rasa lelah.
Ketika waktu makan tiba, seorang pembantu majikannya membawakan makanan dan kemudian balik lagi. Belum sempat menyentuh makanan tersebut, ada anjing liar masuk ke pekarangan itu. Anjing itu kemudian mendekatinya. Kemudian remaja itu memandanganya sejenak. Tidak lama kemudian dilemparkannya makanan yang tadi dibawakan untuk anjing tersebut. Anjing itupun kemudian melahapnya. Itu dilakukan berkali-kali hingga makanannya habis.
Abdullah bin Ja’far memandangi kejadian itu dengan seksama. Tak lama kemudian dirinya tak tahan dan mendekati pemuda tersebut. Jakfarpun bertanya, ”Wahai pemuda berapa kali sehari engkau dikirimi makanan majikanmu.”
“Apa yang engkau lihat?” tanya anak muda tersebut penuh selidik.
“Mengapa engkau mengutamakan anjing itu?” tanya Ja’far lagi.
Pemuda itupun menjawab, ”Ini memang bukan bumi anjing, tetapi anjing itu datang dari tempat yang sangat jauh. Tentu sangat lapar, dan saya tidak bisa menolak untuk memberinya makan.Saya kosongkan dan melipat perut pada hari ini,” ucap pemuda itu dengan bermaksud mengatakan lapar. “Betapa dermawannya pemuda ini, dia lebih dermawan dari saya,” batin Ja’far. Sekejap kemudian Abdullah bin Ja’far pergi menemui majikannya dan membeli kebun, memerdekakan budak remaja tersebut serta alat yang ada di dalamnya.