Seorang suami, (ketika melakukan hubungan badan suami-istri) apabila ia telah merasa hendak keluar mani, sementara sang istri belum mencapai puncak kenikmatan (orgasme), maka suami hendaknya berusaha untuk memperlambat keluarnya mani, sehingga istrinya benar-benar telah siap keluar maninya secara bersama-sama (sampai istrinya sudah ada tanda-tanda orgasme/mencapai puncak nikmat).
Hal tersebut hukumnya sunnah, ada sebuah hadits yang menerangkan sebagaimana apa yang tertera di atas sebagai berikut:
“Berusahalah kalian menyenangkan istri-istri(mu), sebab senangnya para istri itu ada pada (kenikmatan) alat vital (vagina) mereka (ketika) disetubuhi”. (al-hadits)
Juga disebutkan dalam sebuah hadits yang lain, sebagi berikut:
“Rasa syahwat itu ada sepuluh unsur (macam), yang Sembilan macam terdapat pada diri kaum wanita. Sedangkan yang kesepuluh ada pada diri kaum laki-laki. (Hanya saja) perlu diketahui, bahwa Allah menutupi (syahwat) kaum wanita itu dengan perasaan malu (yang terdapat dalam diri mereka).” (al-Hadits).
Apabila sang istri telah mencapai puncak nikmat (orgasme), maka suami hendaklah mencabut kelaminnya (segera dipercepat keluarnya sperma). Karena membiarkan kelamin seorang suami yang tidak dilepas-lepas dapat menimbulkan kekecewaan istrinya.
Adapun tanda-tanda seorang istri hendak mencapai orgasme itu, adanya tanda-tanda keluar keringat pada dahinya dan dekapan seorang istri pada tubuh suaminya semakin erat. Juga termasuk tand aistri mencapai puncak nikmat adalah kendornya otot-otot persendian dan adanya tanda-tanda rasa malu melihat wajah suaminya, dan kadang-kadang juga disertai adanya tanda menggigil (suara tersengal-sengal atau mendesah).
Bahwa terkumpulnya antara air mani suami dengan istrinya (karena air mani keluar secara bersama-sama dalam waktu yang sama) adalah dapat menjadi penyebab semakin bertambah cintanya sang istri kepada suaminya. Dan sebaliknya air mani mereka berdua tidak keluar secara bersamaan (air mani laki-laki yang keluar lebih dulu), dapat menjadi pemicu retaknya kehidupan berumah tangga.
Di dalam kitab “al-Idhoh” diterangkan, bahwa ketika berkumpul antara air mani dari suami dan air mani dari istrinya (karena secara bersamaan keluarnya) dalam waktu yang sama, maka hal itu adalah merupakan puncak dalam mencapai kenikmatan yang tiada tara dan meraih rasa cinta, kasih sayang, dan sekaligus juga bisa menjadi sebab kokohnya rasa cinta.
Demikian pula jika tidak bersamaan keluarnya dengan senggang waktu sedikit saja, maka puncak kenikmatannya tentu tidak sepuas ketika air mani mereka keluar secara bersamaan. Dan apabila senggang waktu yang memisah antara keluarnya air mani mereka berdua cukup lama, kadang-kadang menjadi pemicu retaknya hubungan yang harmonis antar suami dengan istrinya dalam kehidupan berumah tangga. Ada sebuah hadits yang berbunyi, sebagi berikut:
“Apbila air seorang laki-laki di atas (mendahului) air mani istrinya, maka anak yang akan lahir menyerupai (mirip) dengan saudara laki-laki kandung se-ibu” (al-Hadits).
Sumber: K. H. Misbah Musthofa, terjemah quratu al-‘uyun, hal 89-91, Al-Balagh. 1993.