Kelahiran pesantren menjadi tonggak utama dalam proses Islamisasi di Nusantara dalam rangka menyebarkan ajaran Islam. Selain sebagai tonggak utama, pesantren juga menjadi sebuah lembaga pendidikan yang lahir dan tertua. Sebagai lembaga pendidikan yang tertua sekaligus menjadi tempat untuk “ngangsu kaweruh” ilmu keagamaan juga menjadi basis perlawanan pada masa kolonialisme. Spirit ini sering kita kenal dengan spirit nasionalisme kaum sarungan.
Pesantren memang tidak bisa ditanggalkan begitu saja, dalam proses kemerdekaan negara Indonesia ini dari kalangan kaum pesantren pun memiliki andil yang sangat besar. Perlawanan melawan penjajah dalam mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan ini bagian dari memperjuangkan rasa kecintaan terhadap tanah air Indonesia. Dari bilik-bilik pesantren inilah yang banyak melahirkan narasi keberagamaan yang moderat dan sesuai dengan nilai-nilai keislaman yang ada di Indonesia.
Menjadi bagian pesantren tentunya menjadi kebanggan tersendiri telah ikut andil dalam menyebarkan dan melestarikan tradisi Islam Nusantara. Tentu saja jebolan pesantren seharusnya memiliki bekal yang matang untuk menghadapi berkembangan teknologi. Pada dasarnya pendidikan pesantren memang sebagai basis gerakan santri Islam Tradisionalis yang sebagai mana telah menjadi rujukan selama ini.
Secara genealogi kelahiran pondok pesantren memiliki kaitan erat dengan Islam Tradisionalis yang lahir ditengah gempuran kolonialisme Belanda. Salah satu sistem pendidikan yang berbasis keagamaan dari dulu hingga sekarang, masih menjadi acuan dalam melakukan counter terhadap isu-isu ekstrimisme, eksklusivisme, dan radikalisme. Memangnya ini sebuah tantang tersendiri untuk melawan faham-faham yang tidak sesuai dengan Islam Indonesia.
Kemunculan corak berislam yang ala takfiri seperti yang banyak muncul di Indonesia ini kerap kali melakukan monopoli tafsir keagamaan sampai dalam ranah kepentingan politik dan kekuasan. Kehadiran faham-faham yang ingin memecah belah Indonesia misalnya, seperti kemunculan semangat untuk menghadirkan negara Islam atau Khilafah ini menjadi bukti kuat.
Jika kita menelisik dalam lembaga pesantren, kajian-kajian Islam yang moderat memiliki corak yang khas dan memiliki literatur kajian keislaman yang kuat. Pondok pesantren juga memiliki kekuatan dalam menyebarkan narasi besar Islam Toleran di Indonesia. Potret pesantren yang digambarkan Geertz (1981) dalam bukunya Agama Jawa melacak tradisi-tradisi pesantren dan menjelaskan bahwa pesantren selalu menebarkan ajaran agama, dan pesan-pesan yang kultral sekaligus memasukkan corak tradisi.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang selalu membawa pesan perdamaian dalam kehidupan beragama. Corak pemikiran dan cara berislam dalam kalangan santri pesantren selalu memiliki paradigma yang utuh terhadap cara berislam. Selain memiliki karakter yang baik, santri juga memiliki bacaan atau literatur keislaman yang sangat kaya sekali. Dengan bermodalkan pemahaman islam yang utuh ini santri menjadi garda paling depan dalam mengcounter paham-paham yang tidak sesuai dengan Islam.
Nah, modal ini penting terhadap diri seorang santri untuk menjadi penyeimbang bagi kehidupan umat beragama di era sekarang ini. Adalah pesantren yang menjadi lembaga yang memiliki misi sekaligus visi untuk melakukan moderasi. Jalan yang harus ditempuh untuk melakukan moderasi sejatinya tidak lain dengan terus mengkampanyekan dan menyebarkan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan yang selalu menanamkan benih-benih perdamaian.
Akar moderasi pesantren tidak lain dari ajaran dan karakter yang dimiliki oleh pesantren. Sehingga kemampuan pesantren sebagai bagian subkultur dalam melakukan moderasi islam menjadi penting adanya. Dengan kekuatan subkultur inilah yang menjadi keyakinan orang-orang yang ada di luar pesantren menjadi kuat. Jalan panjang moderasi pesantren menjadi tantang sendiri menghadapi zaman yang semakin berubah dengan segalanya ini. Wallahu’alam.
Arief Azizy, penulis adalah pegiat di Islami Institute.