Ketika masih duduk di bangku sekolah dalam lingkungan pesantren, kami diajari beberapa pelajaran yang mengharuskan kami lekat dengan soal hitung menghitung. Mulai dari pelajaran fikih menghitung nisab zakat, sampai cabang ilmu fikih yang biasanya diajarkan tersendiri, ilmu waris atau faraidl.
Adapula ilmu astronomi atau falak, biasanya ditugaskan menghitung hari, arah kiblat, sampai awal-akhir bulan hijriyah. Untuk tugas terakhir ini, biasanya sangat berguna dan ramai diperbincangkan ketika membahas awal dan akhir bulan Ramadhan. Adapula pelajaran matematika, seperti selayaknya sekolah di luar pesantren.
Dalam pelajaran matematika ada materi geometri. Yakni materi tentang bentuk, ukuran, sifat ruang, posisi relatif gambar, sama seperti materi yang diterima pelajar lain di luar pesantren. Tak ada beda walaupun kami di pesantren, tak ada Matematika islami dan semacamnya.
Di matematika terkenal sebuah teorema phytagoras yang dikenalkan oleh seorang Yunani. Beberapa pihak menyebutkan bahwa teori ini telah ada jauh sebelum Phytagoras, artinya teori ini sudah dikenal oleh masyarakat Yunani sebelumnya. Namun Phytagoras adalah orang yang kali pertama membuktikan teori ini secara matematis. Karena itulah Phytagoras juga dikenal sebagai bapak Matematika.
Tinggalkan soal teori Phytagoras dan Matematika yang lebih sering buat kami sekelas bingung kala membaca soalnya dan memikirkan jawabannya, apalagi jika harus menghitung x dan y yang nyata bukan angka misalnya. Akhir-akhir ini di media sosial, berkembang pendapat tentang haramnya menempatkan segitiga sebagai simbol Dajjal di masjid. Pendapat ini muncul dari seorang ustaz yang mengomentari atau tepatnya mengkritik desain masjid Al-Safar hasil rancang bangun Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil yang juga dikenal sebagai arsitek.
Bukannya tak pernah membaca perihal Dajjal, di pesantren dulu sempat booming sebuah buku karya Muhammad Isa Dawud berjudul, “Dajjal Akan Muncul Dari Segitiga Bermuda.” Buku itu menceritakan tentang sejarah, ciri-ciri dan tentu dilengkapi dengan bumbu teori konspirasi yang menarik. Misalnya tentang lambang dan simbol yang diindikasikan berkaitan dengan kebangkitan Dajjal.
Salah satunya adalah lambang illuminati, segitiga dengan lambang satu mata di tengahnya, misalnya. Buku ini sempat begitu tenar di kalangan santri ketika itu. Maklum, jika di dalam kitab-kitab turats yang kami pelajari, Dajjal dikenalkan melalui bahasa Arab yang walau menakutkan tapi “biasa-biasa” saja, dalam buku Isa Dawud kami menemukan penggambaran Dajjal dengan visualisasi yang begitu heboh. Baik bahasa sampai gambar-gambar visual yang dihadirkan.
Nah, pembahasan tentang lambang illuminati yang berkaitan dengan Dajjal ini pun menjadi tema menarik bagi beberapa pendakwah sampai hari ini. Maklum cocokologi dalam agama masih menjadi sesuatu yang digandrungi oleh kebanyakan masyarakat kita. Apalagi jika berkaitan dengan keseharian dan dipandang mengancam dalam pandangan keberagamaan mereka. Misalnya tentang Dajjal, sesuatu yang dalam do’a-do’a kaum muslim sering memohon kepada Allah untuk dilindungi darinya. Bagi sebagian pihak dakwah cocokologi lebih banyak diterima daripada dakwah yang berisi hikmah.
Nah, kebetulan hari ini yang ramai adalah soal geometri, soal bentuk suatu bangun. Memang simbol dapat menjadi representasi dari ide, gagasan dan arti. Simbol memang kadang bukan sembarang “benda”. Ia bisa jadi merupakan sistem besar yang menyimpan sesuatu “rahasia” besar. Simbol bisa jadi berbentuk trigonometri, bahasa dan lain sebagainya.
Sampai saat ini kita mengenal bentuk persegi panjang, bujur sangkar, segitiga dan seterusnya dalam pembahasan trigonometri. Nah, kebanyakan yang dianggap simbol justru hanya berkaitan dengan trigonometri ini.
Segitiga misalnya, sudah kepalang basah disandingkan sebagai simbol illuminati. Sedang segitiga pun hanya dikenal segitiga sama kaki, segitiga sama sisi, belum dikenalkan segitiga sama iman. Ini tentu sayang sekali. Jadi bisakah kita menyebut matematika belum terislamkan?
Semoga segera muncul ide brilian semacam itu, sehingga karya Kang Emil ini tidak melebar menjadi polemik yang tak perlu dan kita bisa dengan nyaman memasang lambang segitiga sebagai ornamen masjid kita. Lebih dari itu agar umat Islam tak lagi paranoid dengan segitiga.
Allahu a’lam.