Beberapa hari ini kita melihat atribut natal dipasang di mall dan pusat perbelanjaan, juga di bandara dan tempat umum lainnya. Saat perayaan Natal, hampir semua mall dan pusat perbelanjaan menghias diri dengan ornamen dan simbol natal, sehingga tampak anggun dan menawan. Mulai pohon natal dengan lampu hias penuh warna, patung sinterklas, replika kereta kencana ditarik anjing atau kijang sampai grafis ucapan natal yang dipasang di sudut strategis gedung.
Untuk menambah kemeriahan suasana natal, sayup sayup terdengar yair lagu Silent Night, Jingle Bell, All I Want for Chrismast is You dan sejenisnya mengalun lembut menyapa telingan pengunjung saat memasuki ruangan. Dengan lagu-lagu ini suasana kemeriahan natal menjadi semakin terasakan.
Di tempat yang saat ini penuh dengan atribut dan simbol natal, beberapa bulan lalu juga diwarnai berbagai simbol Islam, saat lebaran Idul Fitri dan perayaan Idul Adha. Di sudut dan ruang yang sama saat itu berdiri replika masjid dengan lampu warna warni yang indah, pohon kurma sintesis dengan patung onta, bedug tiruan dan kaligrafi dengan berbagai model khot indah bertebaran di sudut ruangan.
Seperti yang terjadi pada perayaan natal, saat itu lagu-lagu nasyid bernuansa religi juga terdengar di setiap mall. Suara indah Opic, Bimbo, Snada, Maher Zein dan sejenisnya bergema di seantero mall menyenandungkan shalawat dan syair religi. Melalui ornamen dan lagu2 islami yang ada di mall suasana Idul Fitri menjadi terasa syiar dan meriah.
Hal yang sama juga terjadi saat perayaan Imlek, Cap Go Meh, Nyepi, Waisyak dan perayaan hari besar keagamaan lainnya. Meski tidak semeriah Natal dan Idul Fitri, namun suasana hari besar agama di mall tetap terlihat dengan adanya berbagai atribut agama dan ucapan selamat.
Melalui berbagai atribut dan lagu-lagu itu, semua pengunjung mall dapat merasakan kegembiraan dan suasana bahagia dari perayaan hari besar agama. Dengan demikian agama telah benar-benar menjadi alat menebar kebahagiaan bagi senua orang. Apapun agama dan kepercayaan seseorang akan merasakan kebahagian Idul Fitri, Idul Adha, Natal, Imlek, Cap Go Meh, Nyepi, Waisak yang dirayakan di mall melalui berbagai atribut dan ornamen keagamaan yang Indah.
Ini semua bisa terjadi ketika agama didekati secara kebudayaan dan diekspresikan melalui seni. Di sini seni dan budaya menjadi ruang mempertemukan rasa semua manusia dari berbagai keyakin agama yang berbeda tanpa harus merasa kehilangan kepercayaan atau tertuar keyakinan.
Terbukti, mereka yang ikut berbahagia atas perayaan hari besar agama lain tetap saja memeluk agamanya masing-masing secara taat. Dengan kata lain seseorang tidak serta merta berubah agamanya hanya karena ikut menkmati keindahan atribut dan indahnya lagu-lagu religi saat idul futri maupun natal yang.
Dalam konteks ini, mall dan pusat perbelanjaan (sebagai produk kapitalis) telah berhasil melakukan kerja kreatif pemisahkan agama dan budaya. Apa yang dilakukan para pengelola mall sebenarnya hanya sebuah kreasi seni dan budaya untuk menarik pengunjung. Meski sarat dengan simbol agama namun sebenarnya tidak terkait sama sekali dengan persoalan akidah atau keyakinan agama karena apa yang terjadi bukan merupakan ritual formal keagamaan. Karena tidak terkait dengan ritual agama maka semua orang bisa turut berbahagia merayakannya.
Apa yang dilakukan pengelola mall ini bisa dijadikan inspirasi bagi para pemimpin agama. Dalam masyarakat yang mejemuk seperti bangsa Indonesia, upaya menjadikan perayaan hari besar agama (bukan ibadah ritual formal) sebagai peristiwa budaya yang perlu dirayakan bersama semua warga bangsa merupakan hal yang penting. Karena terbukti hal ini bisa menjadi sarana efektif mewujudkan kebahagiaan bersama sekaligus merealisasikan missi agama untuk menebar rahmat dan kasih sayang pada sesama.
Sebenarnya merayakan hari besar agama secara berasama-sama ini sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Indonesia. Di beberapa daerah banyak ummat Nasrani ikut membantu pelaksanaan takbir keliling saat Idul Fitri dan berbagai persiapan shalat Id. Juga beberapa ummat Islam ikut membantu persiapan perayaan natal dan mengamankan ibadah natal (bukan ikut ibadahnya).
Tradisi hidup damai dan bersatu dalam perbedaan seperti ini sekarang menjadi retak akibat ulah kaum formalis-simbolik yang menganggap simbol agama sebagai agama itu sendiri. Jangankan ikut bahagia bersama memeriahkan perayaan hari besar agama, sekedar mengucapkan selamat saja tidak boleh. Akibatnya agama menjadi tembok penyekat antar ummat dan dinding pemisah antar masyarakat yang berbeda.
Dalam suasana seperti ini, rasanya apa yang dilakukan oleh para pengelola mall bisa menjadi alternatif perayaan hari besar agama yang menarik. Di sini semua orang bisa turut berbahagia atas hari besar agama apa saja tanpa harus menukar dan berubah keyakinan. Di mall atribut agama apa saja bisa berganti setiap saat dan dinikmati oleh siapa saja. Indahnya beragama di mall melalui.***