Saya tidak akan memakai alasan yang umum seperti manusia itu mahluk sosial tidak dapat hidup sendiri, manusia ditakdirkan berbeda atau perbedaan itu adalah hukum alam atau hukum Tuhan/Sunnatullah. Alasan itu sudah lazim digunakan.
Saya hanya mencoba untuk menjelaskan pengalaman mobilitas dan migrasi manusia yang hampir pasti tidak dapat dibendung sejak manusia ada. Manusia secara biologis didesign untuk terus bergerak. Begitupun sebagi makhluk sosial, ia tidak mungkin diam di satu tempat. Kalau itu yang terjadi, maka manusia kurang gerak, sakit dan stres secara paikis maupun sosial.
Sekarang, dalam sebuah perjalanan kereta, saya bertemu dengan dua kelompok keluarga yang berbeda. Mereka yang berada di depan tempat duduk saya adalah rombongan penumpang berwajah seperti orang Arab. Ada empat orang ibu-ibu berhidung mancung, rata-rata berkulit kuning langsat. Kesemuanya berbaju gamis atau baju kurung. Sedang di sisi samping belakang kursi saya ada empat orang berwajah seperti orang Tionghoa. Sepertinya sebuah keluarga. Hidung tidak mancung, mata agak sipit, dan berkulit putih. Mereka berbaju kasual, t-shirt lengan pendek, celana hot pants dan sebagian memakai celana selutut.
Bayangan saya tiba-tiba sampai pada lembaran buku sejarah bangsa ini pada sekitar Abad 14-15 Masehi. Saya membayangkan pelabuhan-pelabuhan di pesisir laut Jawa yang ramai dan padat kedatangan para imigran Arab dan Tionghoa yang tujuannya sama-sama mengadu nasib, mencari kehidupan yang lebih baik di bumi Jawa. Dan kini, bisa jadi, mereka yang berwajah Arab dan Tionghoa tidak jauh dari tempat duduk saya ini adalah keturunan orang-orang yang bermigrasi dari negara asalnya ratusan tahun silam itu.
Lantas, terbersit dalam pikiran saya bahwa kedua kelompok penumpang yang berwajah Arab dan Tionghoa ini adalah bukan pribumi, mereka pendatang semua. Tapi, saya kemudian sadar, saya harus fair, tidak mungkin saya adalah orang “pribumi” keturunaan Pitechantropus Mojokertoensis yang paling awal menghuni Jawa sekitar 2,5 juta tahun yang lalu. Saya yang berwajah, maaf, mirip orang Filipina atau Vietnam, berkulit coklat gelap ini bisa jadi keturunan spesies “manusia modern” Malenesia dan Autronesia yang masing-masing datang ke pulau-pulau Nusantara termasuk Jawa sekitar 50.000 atau 4000 tahun yang lalu.
Mereka yang “berwajah Arab dan berwajah Tionghoa” saya yakin adalah WNI, sebagaimana saya. Nenek moyang mereka datang ke Nusantara semenjak ratusan bahkan bisa jadi ribuan tahun silam sebagaimana saya, dan mungkin anda. Saya, sebagaimana mereka, dan juga Anda, boleh jadi bukan keturunan manusia purba Nusantara, Pitechantropus Mojokertoensis. Kalau begitu, siapa yang layak disebut pribumi?
*) Ainul Yaqin