Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam melakukan penguatan terhadap pondok pesantren supaya tetap menjaga pengajaran Islam yang moderat.
Sebagai langkah awal dalam upaya menjaga moderasi Islam pada pondok pesantren, Kemenag mengumpulkan para kiai dan ustadz utusan dari pondok pesantren se-Indonesia untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kurikulum supaya lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia ini tetap berada dalam keberislaman yang moderat.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hamid, KH. Lukman Hakim Hamid menyampaikan bahwa upaya memperkuat moderasi Islam pada pondok pesantren yang dilakukan Kemenag harus diapresiasi dan didukung dengan sepenuh hati. Pasalnya, lembaga yang mengajarkan agama Islam ini kerap disalahpahami sebagian masyarakat sebagai lembaga yang mencetak kader-kader teroris. Padahal faktanya tidak demikian.
“Pesantren, salafnya (tradisionalnya, red) kaya apa setiap acara selalu didahului dengan lagu Indonesia Raya. Kita semua sangat mencintai dan menjaga NKRI. Bangsa ini merdeka juga karena pesantren. Karena itu, kita orang-orang pesantren harus percaya diri,” katanya dalam pembukaan acara Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Moderasi Islam pada Pondok Pesantren dengan tema “Peningkatan Deradikalisasi bagi Santri Pendidikan Pesantren” di Pondok Pesantren Al-Hamid, Jl. Cilangkap Baru No. 01 Cilangkap, Cipayung Jakarta, Selasa (26/12/17) malam.
Dalam pembukaan acara yang akan diselenggarakan selama tiga hari itu, Selasa-Kamis (26-28/12), kiai yang akrab disapa Gus Lukman berpesan supaya semua pondok pesantren meski beragam kekhasannya dalam menekuni bidang keilmuan Islam, tapi dapat berjejaring untuk bersama-sama menyikapi problem yang terjadi di masyarakat, baik problem yang terjadi di Indonesia sendiri maupun problem internasional.
“Perlu adanya multi ikhtiyar (usaha, red) yang dilakukan pesantren, tidak hanya batin saja. Bagaimana sesama pesantren punya jejaring dalam menyikapi isu-isu global seperti ISIS. Bagaimana pesantren bisa bekerjasama untuk menagani isu-isu global. Hal ini perlu kita diskusikan bersama,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Dr. KH. Ahmad Zayadi, menjelaskan bahwa tantangan umat Islam, terutama pondok pesantren hari ini dan ke depan adalah bagaimana pesantren mampu menjawab dan menyikapi perbedaan dan keragaman dalam kehidupan.
“Bagi kita, komunitas pesantren, pengayaan atas perspektif komparatif itu misalnya kita dapatkan dari kitab-kitab kuning yang memuat perspektif komparatif tentang isu yang dibahasnya. Dalam kajian fikih misalnya, kita mengenali adanya fikih muqaranah (hokum Islam perbandingan, red),” paparnya.
Lebih jauh, KH. Ahmad Zayadi menjelaskan, isu-isu khilafiyah atau hukum Islam yang memiliki banyak pendapat di bidang fikih dan kajian lainnya di pesantren bukan hal yang baru. Para santri justru bisa belajar tentang bagaimana para ulama berargumentasi untuk menopang pendapat mereka masing-masing, sembari pada akhirnya mereka akan mengambil pendapat yang paling rajih (unggul, red).
“Pada tataran ini, para santri cenderung menyikapi perbedaan pendapat para ulama dengan kepala dingin, tanpa sikap takfir (mengkafirkan). Kondisi inilah yang dapat mengantarkan para santri pada sikap yang tidak mudah menyalahkan orang lain sepanjang memiliki argumentasi yang kuat,” jelasnya.