Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siroj mengatakan bahwa ajaran Islam sangat menghargai kebinekaan. Hal ini disampaikan dalam acara pra-Munas dan Konbes NU di Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (11/11).
Pernyataan Kiai Said Aqil didasari sebuah ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa seandainya Allah Swt mau, maka seluruh manusia bisa dijadikan satu kelompok yang seragam. Adanya perbedaan adalah untuk saling belajar satu sama lain.
Dalam Munas bertema NU dan Kebinekaan ini, Kiai Said menegaskan, Rasulullah Saw menghargai kebinekaan. Hal ini terbukti ketika beliau membentuk Negara Madinah yang didasari dengan kehidupan masyarakat yang plural, dengan beragam latar belakang suku, agama dan profesi. Oleh karena itu, negara yang dahulu disebut Yatsrib kini berganti nama menjadi Madinah yang berasal dari kata tamaddun, artinya peradaban.
“Asalkan satu cita-cita dan satu garis perjuangan, sesungguhnya mereka adalah satu umat. Jadi Nabi Muhammad modern banget,” ujar Kiai yang telah menempuh pendidikan di Arab Saudi ini di hadapan perwakilan NU se-wilayah Indonesia Timur.
Penduduk di Madinah berasal dari beragam latar belakang, ada yang muslim dan non-muslim, bahkan Arab dan non-Arab. Namun mereka diperlakukan sama. Semua penduduk Madinah telah menandatangani kesepakatan untuk hidup damai. Hal-hal yang bisa mengancam negara adalah tanggung jawab bersama.
Dalam forum ini, Kiai yang selama tiga belas tahun menghirup udara Madinah ini pun memberikan beberapa contoh perlakuan adil Rasulullah Saw kepada semua kelompok.
“Tidak boleh ada permusuhan, tidak boleh ada permusuhan karena alasan beda agama, beda suku, beda budaya, apalagi beda pilihan gubernur”, lanjutnya
Said mempersilahkan generasi muda untuk belajar agama Islam di Arab karena menurutnya Arab adalah pusat pendidikan agama Islam yang belum bisa ditandingi tempat lain. Namun hal yang perlu diperhatikan bagi pelajar di sana adalah mengambil ilmunya, bukan budayanya.