Al-Qur’an menegaskan di dalam surah al-Baqarah ayat 286 bahwa, Allah tidak akan membebani hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Apa pun jenis perintah Allah yang wajib dijalankan, tidaklah keluar dari batas kesanggupan si hamba untuk melaksanakannya. Bahkan, hukum wajib tersebut bisa gugur jika memang seorang yang menjalankan kewajiban itu tidak sanggup melaksanakannya.
Dalam fikih Islam ada istilah rukhsah yang dalam Bahasa Arab diartikan dengan keringanan atau kelonggaran. Dengan adanya rukhsah, seorang muslim bisa mendapatkan keringanan dalam melakukan ketentuan Allah Swt. Ketentuan itu tentu berlaku pada keadaan tertentu, seperti saat kesulitan. Ilmu ushul fikih menyebutkan, rukhsah bisa membolehkan atau memberikan pengecualian dari prinsip umum karena kebutuhan (al-hajat) dan keterpaksaan (ad-dariirat).
Salah satu yang mendapatkan keringanan atau kelonggaran itu adalah musafir. Bagi orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) diperbolehkan baginya meng-qashar (memendekkan) shalatnya. Firman Allah SWT, “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi maka tidaklah mengapa kamu mengqashar salatmu.” (an-Nisaa’: 101). Di samping shalat, perintah puasa Ramadhan juga mendapatkan rukhsah, dengan catat ia sudah tidak mampu menjalankannya. Dengan demikian ia harus mengganti puasanya di hari lain.
Jauhnya tempat yang dituju seorang musafir tentu menjadi satu alasan agama untuk memberikan keringanan hukum. Hanya saja pertimbangan jarak untuk saat ini tidaklah begitu menjadi alasan lantaran berbagai alat transportasi telah ditawarkan. Yang menjadi ukuran saat ini yaitu seberapa berat perjalanan yang akan dilalui seorang muslim sehingga ia berhak mendapatkan keringanan hukum. Bukti ini menjadi salah satu bentuk kemudahan dalam beragama islam.
*Disarikan dari buku “Panduan Lengkap Ibadah Menurut Al-Qur’an, Al- Sunnah dan Pendapat Para Ulama” karya Muhmmad Bagir.