Khalifah al-Mahdi, yang memiliki nama lengkap Muhammad bin Mansur al-Mahdi (745-775 M) adalah khalifah ketiga dari Khalifah Bani Abbasiyah. Sebagai seorang khalifah ia memang tidak hanya mempunyai seorang istri. Ia tercatat punya tiga orang istri, yakni; Roithoh binti Saffah, Asma’ Binti Atho’ dan terkakhir adalah Khaizuran Binti Atho’.
Nama yang disebut terakhir adalah istrinya yang paling ia cintai. Ia adalah bekas budak miliknya yang membuatnya jatuh hati karena keelokan dan keanggunan sikapnya.
Suatu ketika Khaizuran berniat menyempurnakan imannya untuk menunaikan ibadah haji. Ia menyampaikan keinginannya kepada sang suami. Dengan berat hati, akhirnya Khalifah al-Mahdi mengizinkan istri tercintanya itu untuk pergi ke Baitullah.
Dalam benak sang khalifah, ingin sekali ia menemani sang istri. Namun, banyak beban dan tugas sebagi kepala negara membuatnya ia mengurungkan niatnya dan mengikhlaskan kepergian istrinya itu.
Khaizuran akhirnya berangkat menuju Mekkah di Bulan Ramadhan tahun 161 H. Karena belum waktunya haji, di sana ia membangun rumah yang sengaja ia bangun di dekat Masjidil Haram untuk memudahkannya dalam beribda. Di rumah itu ia habiskan seluruh waktunya untuk mengabdi kepada sang pencipta sambil menunggu musim haji yang akan tiba sebentar lagi.
Belum genap sebulan ditinggal sang Istri, Khalifah al-Mahdi di Baghdad merasa sangat kehilangan dan rindu. Ia pun menulis sebuah surat cinta yang ia titipkan kepada Jamaah Haji yang hendak menuju Tanah Haram. Dalam suratnya itu ia ungkapkan semua perasaan rindunya kepada istrinya:
نحن في غاية السرور ولكن | ليس إلا بكم يتم السرور | |
عيب ما نحن فيه يا أهل ودي | إنكم غيب ونحن حضور | |
فأجدوا في السير بل إن قدرتم | أن تطيروا مع الرياح فطيروا |
Sungguh, kebahagiaan semuanya milikku * Namun Kebahagian tidalah sempurna tanpamu
Sungguh kecelaan bagiku Wahai kasihku * Aku disini sedangkan kau nan jauh disitu
Bergegas-gegaslah kembali! *Bahkan, Jika kau mampu ikutlah angin terbanglah kesini!
Duh, romantis sekali.
Setelah membaca semua perasaan Khalifah al-Mahdi, tak terasa air mata Khaizurah meleleh tanpa instruksi. Rindu yang sama juga ia rasakan. Ia tak mungkin kembali begitu saja ke Baghdad. Mengingat ia sedang menunaikan ibadah suci. Lantas, ia mengambil secarik kertas dan pena untuk menumpahkan kerinduan yang sama.
قد أتانا الذي وصفتم من | الشوق ولكن ما قدرنا نطير | |
ليت إن الرياح ينقلن شوقي | إليكم وما يكن الضمير |
Telah sampai padaku semua rindumu * Akan tetapi tak kuasa diriku untuk terbang kepadamu
Andai saja semilir angin bisa menyampaikan rindu * Tak akan berguna lagi, sebuah kalbu.
Betapa indahnya rindu kehadiran pasangan suami/istri yang diekspresikan melalaui karya. Namun tampaknya di era media sosial seperti sekarang ini jarang ada pasangan yang seromantis mereka berdua kalau sedang LDR-an. Yah, maklum saja, kan sudah ada video call. (AN)
Wallahu a’lam.