Selain dikenal sebagai negara yang mempunyai dialek bahasa Arab fusha dan negeri para sufi, Sudan juga mempunyai keistimewaan lainnya, yaitu pada bacaan Al-Quran berlanggam Sudan. Banyak tempat menghafal Al-Quran di berbagai penjuru Sudan, yang bertujuan menjaga dan melestarikan bacaan Al-Quran. Yang menarik dari tempat-tempat menghafal Al-Quran atau yang biasa disebut dengan khalwah tersebut, banyak mengajarkan dan mempraktekkan riwayat qira’ah Al-Quran riwayat al-Duuri yang mengambil qira’ah dari Imam Abu Amr al-Bashri.
Al-Duuri sendiri mempunyai nama lengkap Abu Umar Hafsh bin Umar bin Abdul Aziz bin Shahban al-Duuri al-Baghdadi. Dalam beberapa literatur seperti dijelaskan dalam Siraj al-Qari’ al-Mubtadi’ wa Tidzkar al-Muqri’ al-Muntahi Karya Abi Al Qasim Ali Bin Utsman Bin Muhammad, bahwasanya al-Duuri adalah seorang tuna netra. Al-Duuri sendiri merupakan sosok perawi yang meriwayatkan qira’ah dari dua imam qira’ah sekaligus, yaitu dari Abu Amr al-Bashri (w. 154 H) dan al-Kisa’i (w. 189).
Riwayat qira’ah dari Abu Amr al-Bashri, diambil oleh al-Duuri dari Yahya bin Mubarrak bin Mughirah al-Yazidi (w. 202 H) yang merupakan salah satu murid Abu Amr al-Bashri. Sedangkan qira’ah dari al-Kisa’i, beliau mengambil langsung darinya karena al-Duuri merupakan murid dari al-Kisa’i. Riwayat al-Duuri sendiri banyak berkembang di negara-negara yang ada di Afrika Tengah dan Afrika Timur, salah satunya berkembang di negara Sudan khususnya riwayat qira’ah al-Duuri yang dari Abu Amr.
Beberapa hal yang menjadi penyebab riwayat al-Duuri berkembang di Sudan adalah adanya tempat-tempat khalwah yang mengajarkan dan mempraktekkan riwayat al-Duuri. Di sisi lain, adanya pencetakan dan penerbitan mushaf yang beriwayat al-Duuri atau dikenal dengan Mushaf Afrika yang dilakukan oleh pemerintah Sudan, dan dibagikan ke madrasah-madrasah Al-Quran dan tempat khalwah yang ada di Sudan. Pencetakkan tersebut, tepatnya dilakukan pada masa pemerintahan Ja’far Numery pada tahun 1980-an.
Menyebarnya para ahli Al-Quran yang banyak menggunakan riwayat qira’ah al-Duuri ke berbagai pelosok Sudan, juga mempunyai pengaruh besar terhadap terjaganya riwayat qira’ah al-Duuri, di mana mereka kemudian mendirikan tempat-tempat khalwah. Hingga sebelum akhirnya terpengaruh riwayat Hafsh yang dibawa oleh Mesir dan Saudi Arabia.
Walaupun riwayat Hafsh mulai berkembang di Sudan, namun riwayat qira’ah al-Duuri dari Abu Amr sampai sekarang masih lestari dan bisa dijumpai di Sudan. Hal tersebut dikarenakan beberapa imam masjid di Sudan juga masih menggunakan riwayat al-Duuri dalam membaca Al-Quran, khususnya ketika melantunkan dengan menggunakan langgam Sudan. Selain itu, radio-radio dan televisi yang ada di Sudan juga banyak yang memutar murattal Al-Quran dengan riwayat al-Duuri.
Salah satu contohnya adalah bacaan Al-Quran langgam Sudan oleh Syeikh Nourin Mohamed Siddiq di video berikut:
https://www.youtube.com/watch?v=29ad4K_S99I
Riwayat al-Duuri ini biasanya identik dengan langgam Sudan, karena mempunyai kedekatan secara logat atau bicara masyarakat Sudan yang banyak imalahnya. Pembacaan Al-Quran dengan langgam Sudan yang mengambil riwayat al-Duuri dari Abu Amr, bisa dikatakan mewarisi logat bangsa Nubia. Di mana logat masyarakat Sudan kalau berbicara ada imalahnya, apalagi masyarakat Sudan yang ada di pedalaman masih banyak yang menjaga budaya bangsa Nubia. Selain di Sudan, riwayat al-Duuri juga berkembang negara-negara seperti Somalia, Chad, Nigeria, dan negara-negara di Afrika Tengah lainnya.
(Imalah secara harfiah bermakna condong. Adapun secara istilah ialah mencondongkan bacaan harakat fathah kepada kasrah sehingga terbaca e, antara lain guna memudahkan bacaan bagi pembaca Al-Quran dengan dialek tertentu. Contohnya dalam Al-Quran yakni pembacaan kalimat majraahaa yang dibaca majreehaa, atau wad-dluha, yang menurut riwayat beberapa imam tertentu dibaca wad-dluhee.. -redaksi)
Menyebarnya berbagai macam qira’ah beserta riwayatnya di berbagai belahan dunia Islam adalah bukti luasnya khazanah keilmuan Islam, termasuk dalam membaca Al-Quran. Karena banyak ragam qira’ah, mulai qira’ah sab’ah, qira’ah asyroh, qira’ah arba’a wa asyaroh dengan berbagai riwayat yang ada, serta keunikan tersendiri yang dekat dengan logat, dialek atau langgam masyarakat penutur di sekitarnya.
Sebagaimana khazanah keilmuan fiqh, ushul fiqh dan lain sebagainya. Hal tersebut adalah bukti bahwa Islam tidaklah satu warna, namun berwarna-warni dengan dengan satu tujuan yaitu mendapat ridho Allah SWT dan mendapatkan syafa’at Nabi Muhammad SAW kelak di akhirat.
Baca juga Ibnu Mujahid, Peletak Dasar Ilmu Qiraah Sab’ah dan tulisan menarik lainnya tentang Ilmu Qira’ah melalui tautan ini.