Secara subtantif, buku karya M. Khoirul Huda ini menarik dalam tiga hal. Pertama, buku yang berjudul “Ilmu Matan Hadis” (2019) ini menyiratkan semangat menilik kembali kelengkapan ilmu hadis dalam tradisi keilmuan Islam. Kedua, buku terbitan el-Bukhori Institute Ciputat ini memberikan peta awal untuk mengenal ragam ilmu matan hadis, baik yang telah dikembangkan oleh ulama salaf, ataupun ulama kontemporer. Di antaranya ialah ilmu mukhtalif al-hadits, ilmu nasikh wa mansukh al-hadits, ilmu gharib al-hadits, dan ilmu maqashid al-hadits.
Ketiga, buku setebal 196 halaman ini memberikan contoh-contoh sederhana bagaimana beragam ilmu hadis di atas diaplikasikan. Dengan menelaah buku ini, setidaknya kita akan diantarkan untuk menginsafi bahwa mencintai sunnah dan hadis haruslah berbekal dengan ilmu yang mengitarinya. Tidak serta merta asal suka dan cinta sunnah, lantas kita gegabah memahami hadis dan mengamalkannya.
Ghalibnya, ilmu hadis hanya diidentikkan dengan musthalah hadis. Ilmu yang mengenalkan istilah-istilah kunci dalam kajian ilmu hadis. Dalam praktiknya, ilmu ini adalah tahapan awal untuk memasuki kajian ilmu hadis. Mengingat, ilmu ini hanya fokus mengulas istilah dan konsep kunci. Semisal definisi hadis, khabar, atsar, pembagian hadis mutawatir, hadis ahad, hadis masyhur, hadis aziz, hadis gharib, hadis shahih, hadis hasan, hadis dhaif, dan hal terkait dengan istilah teknis kajian hadis.
Musthalah hadis belum memungkinkan kita untuk melakukan kajian takhrij dan kajian sanad (dirasah al-asanid) hadis. Dengan kata lain, jika hanya berbekal musthalah hadis, maka belum cukup kiranya kita mampu melacak keberadaan matan hadis serta menilai kualitasnya (al-hukm ala al-hadits). Yakni apakah hadis tersebut berkualitas shahih, hasan, ataupun dhaif.
Karena itu, tahap selanjutnya adalah kita mengkaji ilmu takhrij dan kajian sanad. Disiplin ilmu hadis yang fokus dalam ranah takhrij dan dirasah al-asanid ini membekali dan melatih seseorang untuk mengumpulkan data serta menganalisanya. Ujungnya, ia akan dapat menyimpulkan kualitas hadis yang ia kaji. Namun demikian, bukan berarti langkah ini cukup. Guna memahami dan mengamalkan hadis, maka ia harus masuk ke kajian matan hadis. Di titik inilah relevansi ilmu matan hadis tak dapat dimungkiri.
Sederhananya, ada tiga tahapan keilmuan yang niscaya bagi seseorang agar dapat memahami dan mengamalkan hadis secara tepat. Mushtalah hadis, takhrij dan dirasah al-asanid, serta dirasah matan. Dalam bentang sejarahnya, ketiga keilmuan ini telah banyak dibangun oleh ahli hadis. Hanya saja, generasi muda muslim di era saat ini, nampak belum semarak melanjutkan proyeksi keilmuan ini. Karena itu, baik kiranya, tradisi ini kita gairahkan kembali. Yakni dengan cara mengkaji, mendiskusikan, serta menuliskannya.