16 November merupakan hari Toleransi Internasional yang selalu diperingati di seluruh dunia. Tanggal tersebut ditetapkan oleh UNESCO sebagai hari Toleransi atau peringatan atas Declaration of Principles on Tolerance pada tahun 1995, dan baru dirayakan setahun setelahnya, 1996. Penetapan hari Toleransi Internasional bertujuan untuk memberikan kesadaran kepada publik atas pentingnya sikap toleran dalam menjaga hubungan diantara masyarakat. Peringatan ini juga menegaskan sikap toleransi yang telah disebutkan dalam sejumlah instrument HAM internasional.
Secara maknawiyah, Toleransi mempunyai arti menerima perbedaan atau menghargai perbedaan. Lebih jauh lagi, makna Toleransi adalah penghormatan tanpa alasan perbedaan latarbelakang ras, suku agama warna kulit maupun orienasi seksual. Ini cocok dengan salah satu pilar demokrasi Indonesia, Bhineka Tunggal Ika—berbeda-beda tetapi tetap satu jua—. Perbedaan boleh, dan tidak ada yang melarang karena perbedaan adalah sebuah kodrat dari Yang Maha Kuasa dan itulah salah satu kekayaan Bangsa Indonesia. Disadari atau tidak, Indonesia dibangun atas dasar latar belakang suku, agama dan kelompok yang berbeda. Tanpa adanya perbedaan itu maka tidak akan ada Negara Indonesia. Maka jika ada seseorang atau kelompok yang mengklaim dirinya paling benar maka mereka tidak memahami arti perjuangan Indonesia atau bisa dikatakan mereka ahistoris.
Hari Toleransi ini harus dijadikan moment kebersamaan dalam menjalin hubungan antar masyarakat. Kampanye toleransi masih sangat relevan melihat kondisi intoleransi di Indonesia kian meningkat khususnya kebebasan beragama dan berkeyakinan. Catatan Setara Institute, Jumlah pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan di 23 provinsi pada periode Januari-November 2013 ada 213 peristiwa dengan 243 tindakan pelanggaran. Sedangkan catatan Wahid Institute ada 363 tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Negara dan non Negara. Contoh yang dilakukan oleh nagara adalah melakukan pembiaran atas kasus kekerasan yang menimpa korban atau Negara menjadi pelaku aktif dalam melakukan kekerasan. Misalnya saja kita lihat Syiah Sampang yang saat ini diungsikan di Rusun Jumondo, Sidoarjo. Mereka dipaksa pindah dari GOR Sampang ke rusun Jumondo. Sekarang ada isu yang berkembang dimasyarakat bahwa mereka juga akan dipindah lagi di Asrama haji Sukolilo.
Kebijakan yang tidak pro terhadap kelompok minoritas baik dari pusat maupun daerah juga menjadi salah satu pemicu kekerasan. Misalnya SKB tiga menteri yang memicu kekerasan atas kelompok Ahmadiyah. Kebijakan mengungsikankelompok minoritas juga menjadi pemicu kekerasan. Komisi Nasional untuk Perlindungan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat ada 342 kebijakan diskriminatif yang bertentangan dengan konstitusi dan berbagai produk hokum nasional di atasnya.
Maraknya tindakan intoleransi dan lemahnya Negara dalam menindak tegas kelompok intolerans mengundang keprihatinan banyak pihak. Maka dalam peringatan hari toleransi sedunia, koalisi masyarakat sipil melakukan kampanye besar-besaran dalam rangka membumikan tindakan-tindakan toleransi di masyarakat. Di Jakarta, 13 organisasi mengadakan berbagai kegiatan seperti konfrensi pers, dialog kebangsaan dan aksi damai memberikan stiker dan kue perdamaian. Di Makasar, Bandung, dan Aceh, mengadakan diskusi sedangkan Gusdurian menggerakkan komunitasnya di 20 kota untuk aksi simpatik tentang toleransi dengan membagi-bagikan bunga dan stiker.
Kegiatan kampanye ini sebenarnya untuk mengingatkan semua masyarakat bahwa kultur masyarakat Indonesia itu toleran sejak dulu sebelum Indonesia merdeka. Tradisi saling manghargai dalam perbedaan sudah tertanam dalam benak mereka karena perbedaan merupakan peradaban lama yang harus selalu dilestarikan.