Kalau ada mantan budak yang begitu dihormati Rasulullah, dialah Ummu Aiman. Ia mendapat kedudukan yang istimewa di hati Rasulullah.
Ummu Aiman, perempuan berkulit kitam itu awalnya adalah budak Abdul Muthalib, kakek Rasulullah. Kemudian setelah putra Abdul Muthalib yaitu Abdullah menikah dengan Siti Aminah Binti Wahab, maka Ummu Aiman diberikan oleh Abdul Muthalib kepada putranya itu.
Dengan setia Ummu Aiman menyertai keluarga Abdullah hingga Rasulullah dilahirkan ke dunia. Bahkan saat Ibunda Aminah meninggal pun Ummu Aiman tetap mengikuti keluarga Rasulullah
Rasulullah sudah dekat dengannya sejak kecil hingga dewasa. Oleh karena itu bagi Ummu Aiman Muhammad Rasulullah adalah layaknya anak sendiri. Begitu pula bagi Rasulullah Ummu Aiman bagaikan ibu beliau sendiri.
Tak heran jika pada tiap kesempatan, tiap saat, apabila Rasulullah sedang berbicara dengannya, beliau selalu memanggil dengan sebutan yang begitu merdu dan tidak sembarang orang mendapatkannya. “Wahai ibuku,” sebut Rasulullah.
Dengan kekhususan Ummu Aiman di hati Rasulullah itu maka banyak hadis beliau yang mengisyaratkan tentang kedudukan Ummu Aiman di sisi beliau. “Dia adalah sisa anggota keluargaku,” sabda Rasulullah suatu ketika.
Dalam kesempatan lain Rasulullah menyatakan begitu kasihnya ia kepada perempuan yang menemaninya semenjak kecil itu. “Ummu Aiman adalah ibuku setelah ibuku.”
Di samping itu demi mengenal kemuliaan Ummu Aiman Rasulullah memberikan kehormatan yang tak terhingga kepadanya.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa merasa senang menikahi ahli surga, hendaknya menikahi Ummu Aiman.” Di sini Ummu Aiman didaulat sebagai salah satu perempuan beruntung karena dijanjikan oleh Rasulullah menjadi ahli surga.
Dalam hidup keseharian Rasulullah selalu siap mendengar cerita, keluh kesah, dan pembicaraan Ummu Aiman. Meskipun itu di tengah peperangan dengan riuh ringkikan kuda yang ketakutan dan desing anak panah yang menyambar, jika Ummu Aiman mengatakan sesuatu, maka beliau siap mendengarnya. Rasulullah selalu berlemah lembut bahkan bergurau dengannya.
Terkadang pula dalam candaannya Rasulullah melontarkan kata-kata yang sepertinya sengaja membuat “ibu”nya itu bingung, atau bahkan ngambek kepadanya.
Suatu ketika, Ummu Aiman datang kepada Rasullah. Ia hendak menyampaikan sesuatu. Rasulullah menyambutnya dengan sungging senyum di bibir.
“Ya Rasulullah, suamiku ingin mengundangmu datang ke rumah!” kata Ummu Aiman.
Dengan pura-pura tidak tahu Rasulullah bertanya kepadanya. “Siapakah suamimu itu, wahai ibuku?…Apakah yang ada putih-putih di matanya?”
Ummu Aiman bingung mendengar pertanyaan itu. “Tidak. Mata suamiku biasa saja. Tidak ada putih-putih di kedua matanya,” jawabnya polos.
Rasulullah berkata lagi. “Engkau keliru, kedua mata suamimu itu ada putih-putihnya!”
Namun, Ummu Aiman tetap ngotot dengan berkata: “Tidak ya Rasulullah! Tidak ada putih-putihnya di kedua mata suamiku.”
Mendengar bantahan tersebut Rasulullah tersenyum, selanjutnya beliau berkata, “Setiap mata itu pasti ada putihnya bukan?”
Maka sadarlah Ummu Aiman bahwa dirinya baru terjebak dalam gurauan Rasulullah, karenanya ia kemudian tersenyum dan tersipu malu.
Dalam versi lain, diceritakan bahwa wanita yang datang kepada Rasulullah itu bukanlah Ummu Aiman, melainkan istri salah seorang sahabat beliau.
Dalam suatu hari ada seorang perempuan datang ke majlis Rasulullah dengan tujuan untuk menanyakan keberadaan suaminya. Melihat wanita itu datang menghadap dirinya, maka Rasulullah bertanya kepadanya: “Siapakah yang engkau cari?”
Wanita itu menjawab, “Aku mencari suamiku, ya Rasulallah. Kemudian Rasulullah bertanya, “Apakah suamimu yang di matanya ada putih-putihnya?”
Bingung juga wanita itu mendengar perkataan Rasulullah. Ia tidak menjawab, tapi malah buru-buru pulang ke rumah. Kebetulan ternyata suaminya sudah berada di sana.
Di hadapan suaminya tak henti-hentinya wanita itu memandang suaminya. Kedua biji mata sang suami diperhatikannya dengan teliti. Bolak balik.
Melihat tingkah laku istrinya yang aneh itu, salah seorang sahabat Rasulullah itu menjadi heran, lalu bertanya: “Apa yang sebenarnya kamu cari di mataku, dengan tingkah lakumu yang agak aneh ini?”
“Aku sedang memperhatikan, apakah di matamu ada putih-putihnya atau tidak?” jawab sang istri.
Mendengar jawaban istrinya, sahabat Rasulullah itu tertawa lantas berkata, “Akh… kamu ini memang bodoh. Bukankah setiap mata itu ada putih-putihnya?”
cerita ini sebelumnya pernah dimuat di Syir’ah 56 Agustus 2004