Rasulullah selalu tersenyum ketika melihat polah tingkah sahabat yang satu ini. Orangnya kocak, tapi tak jarang mengundang rasa jengkel. Namanya Nu’man bin Amru. Kesukaannya ngerjai orang, bahkan Rasulullah juga pernah menjadi korbannya.
Kalau sudah akal ‘nakalnya’ beraksi siapapun tak terelakkan. Pernah suatu saat Abu Bakar pergi ke Bashrah, Irak, untuk berdagang, Nu’man pun disertakan dalam perjalanan Abu Bakar kali ini.
Di samping Nu’man, Abu Bakar juga disertai oleh pegawainya yang bernama Suwaith bin Harmalah yang tugasnya bertanggung jawab terhadap urusan logistik/ makanan.
Sewaktu rombongan para pedagang ini beristirahat, Abu Bakar meninggalkan rombongan karena ada keperluan. Pada saat itulah Nu’man mendatangi Suwaith untuk meminta jatah makanannya. Oleh Suwaith permintaan itu ditolak. Ia berkata akan memberikannya setelah Abu Bakar datang kembali.
Penolakan Suwaith ini rupanya membuat hati Nu’man tersinggung dan jengkel. Ia pun membuat rencana. Nu’man mendatangi suatu kaum yang tidak dikenalnya dan menawarkan kepada mereka seorang budak yang hendak dijual. Karena butuh, tak perlu banyak negosiasi mereka sepakat membeli.
Nu’man berkata kepada mereka, “Hai Tuan, budak yang akan aku jual ini banyak omongnya, nanti dia pasti akan mengatakan: “Aku bukan budaknya!” atau “Aku orang merdeka dan seterusnya!” Jika ia berkata demikian, maka tinggalkan dia jangan dibeli serta jangan merusak budakku, berarti dia tidak mau dijual!”
Rupanya pembeli itu tak perduli perkataan Nu’man. Mereka berkata, “Tidak, kami akan tetap membelinya dan kami tidak akan memperdulikan ucapannya itu.”
Ternyata budak yang dijual Nu’man tidak lain adalah Suwaith bin Harmalah, pegawai Abu Bakar yang telah menbuatnya kecewa karena tidak memberikan jatah makanan.
Singkat cerita Suwaith digiring kaum itu untuk dijadikan budaknya. Meski gusar dan memaki-maki ia tak bisa melawan. Akhirnya perkara itu bisa dijernihkan setelah Abu Bakar datang memberi penjelasan.
Rasulullah hanya tersenyum saat seorang sahabat menceritakan kejadian ini kepadanya. Rasulullah sudah tahu kelakukan Nu’man yang kadang kelewatan itu. Karena Rasul sendiri tak luput dari otak jail Nu’man.
Kejadiannya bermula ketika Nu’man bin Amru melihat seorang penjual madu keliling yang sedang berjalan mengelilingi kota Madinah. Waktu itu sehabis zuhur dan hari terasa sangat panas. Nu’man melihat wajah penjual madu itu sudah amat lelah, sebab sudah beberapa jauhnya ia berkeliling di kota Madinah, namun belum ada satu orang pun yang membeli madunya.
Hati Nu’man jadi tergerak untuk menolongnya. Nu’man mendekati penjual madu itu. Dengan akal konyolnya ia mengatakan akan mencarikan pembeli untuknya.
Nu’man mengajaknya ke sebuah rumah, tetapi di tengah jalan ia disuruh menunggu. Ia berkata pada kepada si penjual madu itu: “Engkau tunggu saja di sini, biar aku yang mengantarkan madu ini kepada pembelinya!”
Setelah itu Nu’man berjalan menuju ke rumah itu yang ternyata adalah kediaman Rasulullah dengan membawa madu yang dijajakan orang tadi. Ketika telah bertemu Rasulullah, ia berkata, “Ya Rasulallah, aku tahu bahwa engkau suka dengan madu. Oleh karena itu, aku berikan madu ini sebagai hadiah untukmu!”
Setelah madu diserahkan kepada Rasulullah saw ia memohon diri untuk pamit pulang, beliau pun mempersilahkannya.
Sementara itu Nu’man mendatangi si penjual madu yang menunggunya, dan berkata, “Aku akan pergi sebab ada urusan penting, tunggu saja engkau di sini. Sebentar lagi penghuni rumah itu akan keluar dan membayar madumu itu!”
Setelah menunggu agak lama dan orang yang dimaksudkan oleh Nu’man belum muncul juga, akhirnya kesabaran si penjual madu itu habis. Ia segera mendatangi kediaman Rasulullah saw sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nu’man.
Di depan pintu kediaman Rasulullah saw ia mengetuk-ngetuk pintunya dengan keras sambil berteriak, “Wahai penghuni rumah ini, bayarlah harga maduku!” penjual itu tidak tahu kalau itu kediaman Rasulullah.
Tentu saja Rasulullah merasa terkejut mendengar teriakan itu. Untung beliau menyadari bahwa ini tidak lain adalah ulah Nu’man. Karena yang memberikan madu barusan adalah dia. Beliau pun segera membukakan pintu dan membayar madu itu kepada penjualnya. Rasulullah tersenyum saja melihat ulah Nu’man, meskipun ini adalah untuk kesekian kali beliau dikerjainya.
Beberapa waktu kemudian Rasulullah saw bertemu Nu’man. Sambil menahan tawa beliau berkata, “Apa yang engkau perbuat terhadap keluarga nabimu, Hai Nu’man?”
Mendengar teguran itu, Nu’man hanya tersenyum nyengir dengan menjawab, “Ya Rasulallah, aku tahu bahwa engkau adalah penggemar madu, sedangkan pada waktu itu aku tidak mempunyai uang untuk membeli dan menghadiahkannya kepadamu. Maka aku hanya bisa mengantarkan saja kepadamu, tidak membelinya. Semoga saja aku memperoleh taufiq ke arah kebaikan.”
Masih dengan senyum Rasulullah mendengar alasan Nu’man ini. Nu’maan…Nu’man, bisa saja kamu.