“Agama kita toleran, tapi soal takjil kita duluan”, ucap Pdt. Marcel Saerang dalam khotbahnya yang diposting oleh akun YouTube Griya Karya. Sontak, gelak tawa para jamaah yang hadir pun pecah.
Potongan kalimat tersebut dapat ditemukan di kanal YouTube berjudul; “Belajar Dari Kesalahan Raja Saul”, khotbah disampaikan oleh Pdt. Marcel Saerang di Gereja Tiberias Indonesia, bertarikh 17 Maret 2024, yang kini potongan videonya direpost oleh berbagai akun instagram, sebut saja akun @arenafakta dan @pstore_denpasar, dibubuhi judul “Diam Membaca Injil, Bergerak Memburu Takjil”, serta berbagai video berita yang kini beredar di YouTube.
Istilah “war takjil” pun berseliweran di linimasa sepanjang Ramadan ini, disusul meme dan video lainnya.
Potongan video khotbah Pdt. Marcel pun viral, khususnya di bagian menit 25.03 sampai menit 25.27 ketika Pdt. Marcel berseloroh tentang berburu takjil kepada jamaahnya yang hadir pada saat itu.
Video berdurasi 37.43 menit ini bermula selepas Pdt. Marcel menerangkan 1 Samuel 15:12.
“Kita diciptakan untuk kemuliaan Tuhan, katakan aamiin”, ucap Pdt. Marcel.
“Kok jadi lemas?”
”Lagi puasa kah?”
“Lagi puasa?”
“Ayo semangat dulu”
“Nanti besok, sore sore, kita berburu takjil. Yes!”.
Tawa jamaah pecah.
“Iya dong.”
“Kita sebagai anak Tuhan, agama kita toleran, tapi soal takjil kita duluan.” Jamaah tertawa terbahak-bahak.
“Jam 3 mereka masih lemas, kita sudah standby, yes!”
“Halleluya, praise the Lord, hallelluya…”
“Oh Tuhan”
“Tapi teman-teman saya, sudah bilang begini; oke, kalian ya, sekarang kalian boleh menang, tapi nanti Paskah kami balas dendam, nanti pas Paskah, telur-telur kami borong semuanya, supaya kalian Paskah pake kinder joy”
Potongan seloroh Pdt. Marcel dalam khotbahnya paling tidak memberi warna tersendiri dalam Ramadan kali ini di tengah tensi politik pasca pemilihan presiden dan wakil presiden serta semua sengkarutnya proses di dalamnya. Ditambah, belum lama peristiwa aksi penolakan rumah tinggal dijadikan tempat ibadah terjadi lagi di Kecamatan Balajara, Kabupaten Tangerang.
Di dalam video yang diposting oleh akun instagram @gemoy_kalimantanselatan, terlihat seorang wanita tengah membacakan surat di hadapan beberapa orang, “menyatakan bahwa mulai hari ini tidak akan mengadakan ibadah atau kebaktian lagi di rumah saya tinggal. Demikian surat pernyataan ini saya buat tanpa ada paksaan dari pihak manapun,” ucapnya dalam video tersebut.
Masih dalam video yang sama, terlihat aparat kepolisian justru diam saja dan tidak menjadi sosok yang justru memastikan hak wanita tersebut dipenuhi dan dilindungi guna menjalankan ibadah di rumahnya.
Hal ini menambah daftar panjang warga negara yang hendak beribadah justru tidak mendapat jaminan beribadah yang dilindungi oleh undang-undang,
Kembali ke suasana Ramadan yang idealnya menjadi momentum semua Muslim belajar menahan diri dari segala nafsu destruktif bagi dirinya dan sesuatu di luar dirinya—baik orang lain maupun alam sekitarnya.
Diam Membaca Injil, Bergerak Berburu Takjil
Humor Pdt. Marcel dalam khotbahnya paling tidak menjadi setitik harapan bagaimana bangsa ini merawat kebersamaan dan persatuannya dalam perbedaan dan juga konflik yang ditimbulkan oleh segelintir orang yang berpikiran dangkal. Retorika sang pendeta membawa suasana khotbah di hadapan pengikut Kristus juga bernuansa tradisi Ramadan.
Frasa “Diam Membaca Injil”, menjadi penanda komunitas Kristiani yang sebagian juga tengah berada dalam masa pra-paskah yang memiliki tradisi berpuasa dan berpantang menjelang Paskah—yang dari segi teknis sedikit berbeda dengan tradisi berpuasa dalam Islam.
Lalu frasa “Bergerak Berburu Takjil”, meskipun di satu sisi “takjil” identik dengan tradisi berpuasa Muslim, memburu takjil rupanya dilakukan oleh komunitas di luar tradisi Muslim, dalam kasus ini, saudara dan saudari dari Kristiani. Sehingga memberi semarak tersendiri bagaimana keberagaman agama disatukan dalam aktifitas berburu takjil. Takjil jadi pemersatu.
Pesan persatuan dalam humor Pdt. Marcel begitu kuat sejatinya ketika bisa dimaknai tatkala sang pendeta memahami bagaimana konteks Indonesia yang terbiasa hidup berdampingan dan saling berbagi, identitas kuat bagi bangsa Indonesia.
Khotbah Pdt. Marcel menandaskan bagaimana Ramadan bisa dinikmati semua kalangan, lintas keyakinan atau agama. Meski konflik berbau agama kerap kali diprovokasi oleh segelintir orang berpikiran sempit, mendengar seloroh Pdt. Marcel menyiratkan bahwa saatnya era kebencian diakhiri berganti abad bagaimana kebersamaan dirayakan dan persaudaraan sejati diciptakan.
Ia melampaui konflik-konflik dan politik adu domba yang disebabkan oleh warisan konflik masa lalu dan provokasi oleh sebagian kecil orang yang tidak menyukai kebersamaan lintas identitas agama.
Semoga berkah Ramadan kali ini membawa pada persatuan hakiki, bahwa umat manusia yang berbeda keyakinan dalam iman ini, masih sama-sama merindukan takjil.
Eh, merindukan perdamaian maksudnya.
Sama-sama menciptakan surga di bumi.
Memberitakan agama kasih, melawan siar kebencian.