Kebetulan dalam minggu-minggu ini tokoh-tokoh sufi sedang bertemu di Pekalongan Jawa Tengah. Saya ingin mengungkap misteri wali qutub (al-quthbul-ghauts) yang digambarkan sebagai makhluk yang paling dicintai Allah di antara kekasih Allah. Posisinya pasca Rasulullah adalah menggantikan peran “kenabian” (nubuwwah) ketika Allah tidak lagi mengangkat nabi dan rasul sesudah Muhammad Saw.
Tingkatan kewalian terbagi 5 (lima), yaitu: (1) wali yang disebut al-ghauts yang diisi oleh 1 orang wali Qutub di setiap jaman. (2) wali yang disebut al-awtad yang terdiri dari 4 wali Qutub mewakili 4 arah angin –utara, selatan, timur dan barat. (3) wali Qutub yang diisi oleh 7 wali di masing-masing benua. (4) wali abdal berjumlah 40 kekasih Allah sebagai wakil wali Qutub. (5) wali nujaba’ berjumlah 300 kekasih Allah di tiap-tiap negeri.
Mereka adalah kekasih Allah karena besarnya rasa segan (wahbah) mereka kepada Allah. Kalimat “yakhsya” dalam ayat “innama yakhsya Allah min ibadihi al-ulama” (QS. Fathir: 28) mengandung makna 3 kategori ulama: masing-masing adalah ulama yang takut (khasyyah) kepada Allah, ulama yang sungkan (rughbah) kepada Allah, dan ulama yang segan (wahbah) kepada Allah. Ulama terakhir ini yang disebut waliyullah.
Dari kelompok ulama yang memiliki rasa “wahbah” kepada Allah terdapat seorang wali yang posisinya paling tinggi diantara yang lain. Wali ini disebut wali al-ghauts, seperti Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Beliau adalah wali Qutub yang paling ditinggikan derajatnya diantara wali Qutub yang lain.
Dalam kitab Fatawa Ibn Hajar dijelaskan terdapat banyak riwayat hadits yang menjelaskan tentang keberadaan wali qutub. Bahkan Ibnu Khaldun juga berpendapat tidak ada satu ulama yang menampik keberadaan wali kutub yang diangkat oleh Allah di setiap masa. Imam as-Suyuthi juga menulis tentang wali qutub sebagai penjaga alam yang diangkat Allah SWT untuk mengganti peran Nabi di setiap masa kehidupan manusia.
Keberadaan wali qutub yang masyhur tapi misterius ini menarik penasaran banyak kalangan untuk memahaminya. Salah satunya pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyuddin an-Nabhani dengan subyektivitas pribadinya berkesimpulan bahwa wali qutub adalah khilafah. Pertanyaannya apa wali Qutub sama dengan khilafah?
Wali Qutub merupakan satu-satunya ulama yang dipilih Allah dalam setiap kurun kehidupan manusia. Derajat ulama yang dipilih Allah menjadi wali qutub setara dengan nabi-nabi sebelum Muhammad Saw. Rasulullah bersabda: “ulama dari umatku (derajatnya) seperti nabi-nabi dari Bani Israil”. Hadits ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits tetapi masyhur dalam literatur tasawwuf.
Menurut imam as-Sya’rani: “guruku pernah berkata ulama yang diangkat menjadi wali qutub adalah yang dapat memahami rahasia potongan huruf pada awal surat di dalam Al-Qur’an seperti: alif-lam-mim, Ya’-sin, nun, dll. Ulama yang mampu menyingkap rahasianya maka dialah wali qutub.
Al-Imam Abul Hasan as-Syadaili juga pernah menjelaskan 15 ciri wali qutub, diantaranya adalah. (1) melimpah kasih sayangnya untuk menjaga keselamatan umat manusia, (2) melimpah rasa tanggungjawabnya untuk mengayomi umat manusia, (3) melimpah keberkahan dari pribadinya untuk semua umat manusia, (4) sifat-sifat Allah menyatu dalam gerak-geriknya, (5) sangat mulia tutur kata dan perbuatannya, (6) selalu berada pada titik “hotspot” (jaringan emanasi ketuhanan), (7) mengetahui rahasia alam yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi, dan seterusnya.
Satu hal lagi yang paling utama dari wali qutub yaitu kemampuan yang dipunyai-nya bersifat given (pemberian langsung dari Allah) melalui Kun fayakun (jadilah, maka jadi). Hal ini terjadi di luar kemampuan akal manusia sebab bukan dari proses hukum alam, sebab-akibat. Makanya ada kaidah: la ya’rifu al-wali Illa al-wali (tidak ada yang tahu kewalian seseorang terkecuali pengakuan dari kekasih Allah).
Dunia perwalian sejatinya menjadi ruang rahasia (Mastur) yang tak akan mampu dirasionalkan. Ia bukanlah wilayah hukum sebab-akibat tapi lebih persisnya adalah wilayah given atau penobatan langsung dari Allah secara Kun fayakun.
Oleh sebab itu wajar jika penafsiran wali Qutub menjadi konsep imamah versi Syiah nyata-nyata gagal. Begitupun interpretasi wali Qutub menjadi khilafah versi Hizbut Tahrir mengalami kegagalan. Lalu untuk menutupi kegagalan itu dibuatlah doktrin imam muntazdar, Satrio paningit dan lain sebagainya.
Hal ini berbeda dengan pemahaman wali Qutub menurut para sufi, dimana wali Qutub itu selalu ada di setiap masa, hanya saja berada dalam wilayah yang rahasia (Mastur). Sebab dunia perwalian merupakan wilayah yang senyap. Wallahu a’lam.