Al-Majnun, Sufi Nyeleneh Yang Memakai Pakaian Robek Bertuliskan “Tidak Diperjual Belikan”

Al-Majnun, Sufi Nyeleneh Yang Memakai Pakaian Robek Bertuliskan “Tidak Diperjual Belikan”

Al-Majnun, Sufi Nyeleneh Yang Memakai Pakaian Robek Bertuliskan “Tidak Diperjual Belikan”
Ilustrasi seseorang yang sedang merenungi diri.

Al-Abbas al-Majnun atau lebih dikenal dengan nama Al-Majnun, adalah sosok yang selalu berada dalam kerinduan yang mendalam terhadap Tuhannya. Dalam kehidupannya, beliau banyak menjauhi manusia, sampai rela untuk tidak tidur karena Allah Swt.

Sebagaimana diceritakan oleh Abu Nu’aim al-Asfahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’, suatu ketika Ibnu al-Mubarrak pernah mendaki gunung Lubnan. Di saat itulah, Ibnu al-Mubarrak bertemu dengan seorang yang mengenakan jubah sufi dengan baju yang robek-robek. Dan di jubah tersebut, tertulis “tidak diperjual belikan.” Dan orang tersebut adalah al-Abbas al-Majnun.

Ketika al-Majnun melihat Ibnu al-Mubarrak, beliau langsung bersembunyi di balik pohon. Melihat hal tersebut, Ibnu al-Mubarrak langsung menyenandungkan nama Allah Swt. Al-Majnun akhirnya pun keluar dari persembunyiannya. Melihat al-Majnun keluar dari tempat sembunyinya, Ibnu al-Mubarrak sontak berkata, “Wahai kalangan ahli ibadah. Sesungguhnya kalian bersabar atas kesendirian, dan kalian membawa kesedihan di tempat yang kosong ini.

Al-Majnun justru tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan tersebut. Dan langsung meletakkan lengan bajunya di atas kepalanya, lalu bersenandung:

Wahai kekasih hati, tidak ada yang aku cintai selain Engkau.

Pada hari ini, kasihanilah pendosa yang mendatangi-Mu.

Engkau adalah pintaku, tujuanku dan kebahagiaanku.

Hati ini tidak mau mencinta selain Engkau.

Wahai harapanku, tuanku dan sandaranku.

Begitu lama kerinduan ini, lalu kapan perjumpaan dengan-Mu.

Aku meminta surga bukan karena kenikmatan.

Kecuali aku menginginkannya karena ingin melihat-Mu.

Setelah peristiwa tersebut, al-Majnun pun menghilang tak tahu rimbanya. Ibnu al-Mubarrak pun selalu mengawasi tempat yang menjadi persembunyian al-Majnun itu selama satu tahun. Demi supaya bisa berjumpa kembali dengannya. Namun, hal tersebut tidak terwujud karena al-Majnun tak kunjung menampakkan dirinya.

Hingga datanglah anak Sulaiman ad-Darani yang menemui Ibnu al-Mubarrak, dan Ibnu al-Mubarrak pun bertanya kepadanya perihal al-Majnun. Dengan menyebutkan ciri-ciri yang ada dalam diri al-Majnun.

Mendengar penuturan ciri-ciri yang diucapkan oleh Ibnu al-Mubarrak, anak Sulaiman ad-Darani pun menangis dan berkata, “Aku sangat merindukan untuk melihat dia kedua kalinya.

Ibnu al-Mubarrak lalu bertanya, “Siapa dia?” “Dia adalah al-Abbas al-Majnun. Dia hanya makan dua kali dalam sebulan dari buah-buahan pohon dan tumbuhan tanah, dan dia telah beribadah selama 60 tahun.” jawab anak Sulaiman ad-Darani.

Kalangan waliyullah yang mempunyai banyak karamah, memang sering menyembunyikan dirinya. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa bertemu dengannya. Bahkan ketika ketekunan ibadah dan karomahnya diketahui oleh orang, sang waliyullah akan menghilang untuk bersembunyi dalam waktu panjang. Ia akan menghilang dari orang-orang.

Mereka menghilang supaya tetap bisa menyendiri dan fokus beribadah kepada Allah Swt. Karena baginya, bila bertemu dengan orang banyak akan mengganggu ibadahnya. Bahkan bisa membuatnya terlena dengan kemasyhuran dan diagungkan oleh manusia. Yang mana hal tersebut akan membuat manusia lupa akan Tuhannya, karena lebih mengagungkan makhluk ciptaan-Nya. Padahal adanya orang-orang yang mempunyai keistimewaan seperti para wali yang mempunyai karamah, adalah bukti akan kebesaran Allah Swt supaya manusia yang mengetahuinya lebih bertakwa. Bukan untuk sebaliknya.

Itulah jalan para wali, ada yang menghindarkan diri dari keramaian. Ada juga waliyullah yang rela berada di tengah keramaian. Dan masing-masing mempunyai caranya sendiri. Sehingga tidak selayaknya manusia menghujat mereka yang tidak sesuai keinginannya. Karena umat manusia di dunia diciptakan dengan berbagai macam bentuk dan tingkah laku yang berbeda, supaya banyak mengambil pelajaran dari hal tersebut.