Haid merupakan hadas besar yang menggugurkan kewajiban shalat bagi perempuan yang sedang mengalaminya. Shalat yang ditinggalkan pada saat haid tidak perlu diqadha. Argumen ini merujuk kepada hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah:
Dari Aisyah Ra, bahwasanya seorang perempuan bertanya kepadanya “Apakah orang yang haid menggadha shalat? Aisyah pun berkata “Apakah engkau haruriyah (khawarij)? “Kami haid pada masa Nabi Saw kemudian bersuci, beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqadha shalat” (HR Ibnu Majah)
Meskipun demikian, bukan berarti perempuan yang haid terbebas dari qodho shalat. Pada beberapa kasus, perempuan harus mengqadha shalat yang ditinggalkan karena haid. Qodho shalat karena haid terbagi menjadi beberapa ketentuan:
Pertama, bagi perempuan yang bukan dawamul hadats (selalu berhadas karena istihadhoh atau sering buang air/beser). Apabila waktu haid datang di waktu masuk shalat, sedangkan ia belum mengerjakan shalat, maka ia wajib mengqadhanya ketika suci. Yang wajib diqadha adalah shalat yang ditinggalkan pada awal keluar darah haid saja.
Misalnya, seorang perempuan mengalami haid pukul 13.00 WIB, ia belum melaksanakan shalat Dzuhur sedangkan waktunya sudah masuk sejak pukul 12.10 WIB. Maka dia wajib menggodho shalat Dzuhur tersebut setelah bersuci.
Kedua, bagi perempuan yang dawamul hadats. Apabila ia haid setelah masuk waktu shalat sedangkan dia belum melaksanakan shalat, padahal waktu antara masuk shalat dan datangnya haid cukup baginya untuk bersuci dan shalat, maka ia harus mengqadha shalat yang tertinggal setelah bersuci dari haid.
Sebagaimana di awal keluarnya darah haid, waktu bersuci dan berhenti darah haid juga menentukan apakah seorang perempuan harus mengqadho shalatnya atau tidak.
Misalnya seorang perempuan yang darah haidnya berhenti pukul 14.30 WIB, ia selesai bersuci pukul 15.00 WIB, sedangkan waktu Ashar akan masuk dua menit kemudian, maka ia wajib mengqadha shalat Dzuhur di waktu Ashar. Namun jika masih cukup untuk melaksanakan shalat secara ada’, maka hendaklah melaksanakannya di waktu ada’.
Contoh lainnya, misalnya darah haid seorang perempuan berhenti pukul 05.00 WIB, namun ia baru bersuci pukul 08.00 WIB, maka hendaklah baginya mengqadha shalat shubuhnya yang terlewat, karena apabila ia segera bersuci saat darahnya sudah berhenti, tentu saja ia dapat melaksanakan shalatnya di waktu ada’.Hendaklah setiap perempuan memerhatikan shalatnya, jangan sampai lalai mengakhirkan shalat atau menunda bersuci hingga ia terhalang melaksanakan shalat karena haid. Jika darah haid sudah keluar sedangkan ia belum melaksanakan shalat, hendaknya ia mengqodhonya setelah bersuci.
Wallahu a’lam