Puasa Sebagai Jalan Ketakwaan

Puasa Sebagai Jalan Ketakwaan

Puasa Sebagai Jalan Ketakwaan

Dalam agama islam, ada puasa yang diwajibkan (fardu) dan ada pula puasa yang disunnahkan (tathawwu’). Puasa yang diwajibkan itu sebagaimana puasa di Bulan Ramadhan dan puasa kafarat atau puasa yang dilakukan sebagai pengganti pelanggaran tertu saat Puasa Ramadhan dan saat melaksanakan haji. Sementara puasa yang disunahkan sebagaimana puasa senin dan kamis, puasa enam hari jelang bulan Syawwal, puasa daud dan sebagainya.

Secara esensi ibadah puasa merupakan jalan menuju ketakwaan. Dimana dalam menjajaki jalan itu, seorang muslim tak hanya sekadar menahanan diri dari nafsu makan, minum, seks, dan sebagainya. Lebih dalam, puasa dimaksudkan agar umat Islam melakukan kontemplasi secara universal kehidupannya. Dengan dimensi ini, setiap Muslim dianjurkan untuk kembali menapaki lalu memperbaiki dan meningkatkan ketakwaannya.

Sebagaimana firman Allah yang termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 183. “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Ketakwaan berarti juga pengkhidmatan diri kepada tuhan dan manusia. Berkhidmat kepada tuhan yakni degan melakukan ritual yang telah diatur dalam ajaran fiqh, seperti puasa, shalat, zakat, berzikir, dan ibadah ritual lainnya. Sementara berkhidmat kepada manusia adalah bagaiman kita mampu mentransformasikan nilai-nilai luhur islam ke dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Yang artinya, takwa merupakan perwujudan dari kesalehan individual dan kesalehan sosial.

Maka, dalam menjalankan puasa itu semestinya kita jauh dari kecenderungan riya, takabur dan hal-hal yang bisa mencederai kesalehan individual dan keaalehan sosial kita. Selain itu juga, puasa semestinya tak sekedar dijadikan sarana untuk menampakkan kemuliaan diri. Sungguh bila kita berprilaku demikian maka kita hanya akan terjebak dalam hal-hal yang justru ditentang habis oleh makna puasa itu sendiri.

Melalui refleksi ini, setiap Muslim diharapkan mampu memetik hikmah puasa sebagai jalan pencerahan diri, secara intelektual ataupun spiritual. Bukan hanya dalam hubungan sesama Muslim, tapi juga dengan umat beragama lainnya. Selain itu, dengan berpuasa semestinya kita memberikan peluang terjadinya metamorfosis spiritual yang berdampak pada hidup yang lebih dinamis dan mampu meraih esensi ketakwaan.