Banjir di Kalimantan Selatan rupanya makin menjadi sorotan. Malahan, Presiden Jokowi sampai menyempatkan diri untuk meninjau langsung lokasi bencana. Di media sosial, rombongan mobil kepresidenan itu turut dihujani puja-puji sekaligus kritik.
Seperti diketahui, lewat sebuah foto yang dilansir Antara, banjir hampir merendam lampu salah satu mobil dari rombongan kepresidenan. Ini diebnarkan oleh Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin. Bey mengonfirmasi bahwa air memang merendam roda mobil yang ditumpangi Jokowi.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa banjir di Kalsel itu dimungkinkan oleh curah hujan yang sangat tinggi sehingga menyebabkan Sungai Barito meluap.
“Hari ini saya meninjau banjir di provinsi Kalimantan Selatan yang terjadi di hampir 10 kabupaten dan kota. Ini adalah sebuah banjir besar yang mungkin sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan. Curah hujan yang sangat tinggi hampir 10 hari berturut-turut sehingga daya tampung Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik sekarang ini masuk air sebesar 2,1 miliar kubik air sehingga memang meluap di 10 kabupaten dan kota,” kata Jokowi saat meninjau lokasi terdampak banjir di Kalsel, seperti disiarkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (18/1/2021).
Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi juga turut menyampaikan duka cita untuk keluarga korban yang terdampak banjir.
“Saya ingin menyampaikan dukacita yang mendalam atas korban yang meninggal di musibah banjir di Kalimantan Selatan ini. Semoga keluarga yang ditinggalkan mendapatkan kesabaran dan keikhlasan,” tutur Jokowi.
Terpisah, Greenpeace Indonesia menduga bahwa banjir bandang di Kalsel itu merupakan dampak dari hilangnya Daerah Aliran Sungai (DAS), sekitar 304.225 hektar tutupan hutan sepanjang 2001-2019. Sebagian besar sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit.
Juru Bicara Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Kompas menjelaskan bahwa DAS itu merupakan wilayah yang seharusnya menampung air hujan di Kalimantan Selatan. Hanya saja, karena tutupan hutannya berkurang drastis, kemampuan menampung air pun jadi ikut berkurang.
“Kalau dari pantauan kita, 2001 sampai 2019 sekitar 304.225 hektar kehilangan tutupan hutan di situ. Itu yang menunjukkan daya tampung pendukung hutan di daerah itu sudah menurun drastis,” kata Arie, dikutip CNNIndonesia.
Menurut Arie, Kalimantan Selatan sebetulnya memiliki dua DAS yang menjadi penampung air hujan guna menghindari banjir, yakni DAS Barito dan DAS Maluka. Keduanya berada di area Pegunungan Meratus.
Namun, kata dia, kian tahun deforestasi di wilayah tersebut semakin masif. Ini tak lain karena konsesi kelapa sawit sampai lubang tambang yang terus menjarah tutupan hutan di sana.
“Itu di bawah kaki Gunung Maratus dihajar sama sawit. Di sisi lain memang Banjarmasin masih terpengaruh pasang surut juga. Ketika air pasang akan memperparah banjir,” tuturnya.
Lebih dari itu, penebangan hutan atau deforestasi sebetulnya juga berperan dalam mendorong terjadinya krisis iklim yang bisa berpengaruh besar pada curah hujan ekstrem di musim penghujan. Dengan curah hujan tinggi dan kurangnya tampungan air, potensi banjir jadi semakin besar.
“Krisis iklim sudah terjadi. Itu ramalan IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) yang memproyeksi apa yang terjadi 50 tahun ke depan sudah di depan mata. Curah hujan semakin tinggi, itu faktor perubahan iklim,” kata Arie.
Yah, sepertinya data yang masuk ke laci Presiden Jokowi memang soal bagaimana kita bisa menyalahkan hujan saja deh, dan, sialnya, tidak pernah secara serius bertanya: kenapa hujan bisa sederas dan semasif hari-hari belakangan.