Menteri Dalam Negeri Prancis telah mengumumkan tindakan keras terhadap 76 masjid yang dicurigai pemerintah Prancis sebagai “separatisme Islam” dan mendorong ekstremisme. Gérald Darmanin, Menteri Dalam Negeri Prancis, mengatakan masjid-masjid tersebut akan diperiksa dan masjid mana saja yang ditemukan sebagai “tempat berkembang biak terorisme” akan ditutup sebagai tindakan keras.
Langkah tersebut adalah bagian dari kampanye pemerintah Prancis yang sedang berlangsung untuk memerangi ekstremisme Islam setelah serangkaian serangan terorisme yang mengguncang Prancis – termasuk pemenggalan kepala seorang guru baru-baru ini dan pembunuhan tiga orang di sebuah gereja di Nice. Akan tetapi langkah keras tersebut telah menimbulkan tuduhan bahwa itu secara tidak adil menargetkan masyarakat komunitas Muslim yang lebih luas.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dengan keras membantah bahwa undang-undang baru untuk memperkuat sekularisme yang dia uraikan pada awal Oktober menargetkan komunitas Muslim. Dia mengatakan undang-undang tersebut, yang menyebut Prancis akan melatih para imam dan memberlakukan larangan yang lebih luas pada home schooling dan kontrol pada asosiasi agama, olahraga dan budaya, ditujukan untuk menangani “separatisme Islam” radikal. Bukan mentarget Muslim secara umum.
Benturan kampanye sekularisme Macron dengan dunia Islam telah mendatangkan reaksi besar dan perdebatan panjang di negara-negara mayoritas Muslim.
Para penentang mengatakan pemerintah menjadi kaki tangan sayap kanan negara itu, dan undang-undang tersebut telah memicu protes yang marah di negara-negara Muslim dan dari komentator di Inggris dan AS yang menuduh pemerintah Prancis tidak toleran.
Pada hari Rabu lalu, Gerald Darmanin, yang pernah membuat gaduh dengan mempertanyakan mengapa supermarket memiliki lorong makanan halal dan non-halal yang terpisah, mengatakan pemeriksaan masjid adalah “tindakan besar-besaran dan belum pernah terjadi sebelumnya terhadap separatisme”.
“Dalam beberapa hari ke depan, tempat ibadah yang diduga separatisme ini akan diperiksa. Yang harus ditutup, nanti.” ujarnya.
Dilansir oleh The Guardian, Menurut dokumen Kementerian Dalam Negeri yang bocor ke surat kabar Le Figaro, 18 dari 76 masjid yang menjadi sasaran pemerintah Prancis menjadi perhatian khusus, delapan di antaranya berada di wilayah ibukota Paris. Dua di antaranya, di wilayah Banlieue Seine-Saint-Denis, yang menjadi rumah bagi sejumlah besar komunitas imigran Afrika Utara di Prancis, telah diperintahkan untuk ditutup dan yang ketiga telah ditandai oleh komisi keamanan negara.
“Hingga saat ini, negara berfokus pada radikalisasi dan terorisme. Sekarang kami juga akan menyerang tempat berkembang biak terorisme, di mana orang menciptakan ruang intelektual dan budaya untuk memisahkan diri dan memaksakan nilai-nilai mereka,” kata Gerald Darmanin kepada Le Figaro, dilansir oleh The Guardian.
Prancis adalah negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa Barat. Sekularisme Prancis menyatakan illegal untuk menyusun statistik populasi berdasarkan ras atau agama, tetapi komunitas Islam Prancis diperkirakan berjumlah sekitar 6 juta orang.
Gerald Darmanin secara resmi mengumumkan pembubaran organisasi Muslim terkenal Collectif contre l’islamophobie en France (CCIF), yang dituduh pemerintah menyebarkan propaganda Islamis. CCIF menuduh menteri itu “menyerah pada seruan sayap kanan”. Pada bulan Oktober, Darmanin memerintahkan penutupan sebuah masjid di Pantin, timur laut Paris, selama enam bulan, serta menuduhnya mengobarkan kampanye melawan guru.
Pada saat itu, William Bourdon, seorang pengacara yang mengajukan banding atas perintah penutupan tersebut, mengatakan bahwa menutup masjid adalah “kesalahan yang sangat serius” yang berisiko menyingkirkan hak ribuan jamaah Muslim.