Ibn Jarir al-Thabari (wafat 310H) adalah ulama salaf yang bukan saja seorang ahli tafsir dan mujtahid, tapi juga seorang ahli sejarah. Mazhab fiqhnya sudah punah ditelan zaman, namun kitab Tafsir al-Thabari yang ditulisnya masih menjadi rujukan utama di dunia Islam sampai saat ini.
Dalam bidang sejarah beliau menulis 11 jilid kitab Tarikh al-Rusul wa al-Muluk (sejarah para rasul dan raja), yang lebih dikenal dengan Tarikh al-Thabari. Ini sebuah catatan berharga akan sejarah kekuasaan dalam dunia Islam. 11 jilid dalam bahasa Arab telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebanyak 40 jilid. Luar biasa! Sayangnya, tidak banyak di antara kita yang mau bersusah payah menelaah dokumen sejarah yang dicatat dengan detil dan teliti oleh Imam al-Thabari ini.
Mari kita buka jilid ke-10 halaman 54 . Ini kisah mengenai Khalifah Abbasiyah yang bernama al-Mu’tadhid Billah. Kita buka catatan al-Thabari pada tahun 284H. Apa yang terjadi?
ذكر كتاب المعتضد في شان بنى اميه وتحدث الناس ان الكتاب الذى امر المعتضد بانشائه بلعن معاويه يقرا بعد صلاه الجمعه على المنبر، فلما صلى الناس الجمعه بادروا الى المقصورة ليسمعوا قراءة الكتاب فلم يقرا. فذكر ان المعتضد امر باخراج الكتاب الذى كان المأمون امر بانشائه بلعن معاويه، فاخرج له من الديوان، فاخذ من جوامعه نسخه هذا الكتاب، وذكر انها نسخه الكتاب الذى أنشئ للمعتضد بالله
Warga memberitakan bahwa dokumen yang melaknat Mu’awiyah atas perintah Khalifah al-Mu’tadhid akan dibacakan di masjid selepas shalat Jum’at. Beredarnya berita tersebut membuat warga selepas shalat jadi ragu mendengar pembacaan doa karena khawatir dokumen itu akan dibacakan, namun kenyataannya itu tidak dibacakan. Disebutkan bahwa Khalifah al-Mu’tadhid telah memerintahkan untuk mengeluarkan dokumen yang dibuat di masa Khalifah Ma’mun yang melaknat Mu’awiyah. Perintah ini telah dilaksanakan. Sinopsis dari arsip lama itulah yang kemudian dijadikan materi untuk menyusun dokumen yang disampaikan kepada Khalifah al-Mu’tadhid.
Imam al-Thabari kemudian mencantumkan dokumen tersebut (sekitar 7 halaman) dalam kitab Tarikh-nya ini. Terlalu panjang kalau saya cantumkan semuanya di sini. Konteksnya adalah Mu’awiyah, Yazid dan Marwan yang menjadi cikal bakal berdirinya dinasti Umayyah dilaknat dan dicaci-maki oleh para Khalifah Abbasiyah. Perpindahan kekuasaan dua dinasti Islam ini juga memakan korban jiwa yang tak sedikit.
Saat Dinasti Umayyah berkuasa mimbar Jum’at dikabarkan dipenuhi cacian akan Imam Ali bin Abi Thalib. Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Azis dari dinasti Umayyah tradisi buruk itu dihentikan. Nah, di masa Khalifah al-Mu’tadhid (dinasti Abbasiyah) ancaman dari sisa-sisa keturunan dan pasukan Umayyah masih ada. Maka al-Mu’tadhid menggunakan tangan besi untuk melawan mereka, termasuk dengan menggunakan ayat dan hadits untuk melaknat pendiri dinasti Umayyah di atas.
Dalam dokumen yang dikutip Imam al-Thabari jelas tergambar politisasi agama demi mempertahankan kekuasaan. Sejumlah ayat dikutip seperti QS al-Isra ayat 60 yang menyebut pohon yang terkutuk, lantas oleh dokumen itu dikatakan bahwa tidak ada pertentangan maksudnya itu adalah Bani Umayyah. Kemudian mengutip riwayat yang mereka klaim dari Nabi ketika melihat Abu Sufyan naik keledai bersama Mu’awiyah dan Yazid, lantas Nabi berkata: “Allah melaknat pemimpin, yang menaiki dan yang mengendarai kuda”[maksudnya ketiga orang ini semua kena laknat oleh Nabi].
فمما لعنهم الله به على لسان نبيه ص، وانزل به كتابا قوله: وَالشَّجَرَةَ الْمَلْعُونَةَ فِي الْقُرْآنِ وَنُخَوِّفُهُمْ فَما يَزِيدُهُمْ إِلَّا طُغْياناً كَبِيراً» ولا اختلاف بين احد انه اراد بها بنى اميه. [ومنه قول الرسول ع وقد رآه مقبلا على حمار ومعاويه يقود به ويزيد ابنه يسوق به: لعن الله القائد والراكب والسائق]
Imam al-Thabari sebagai ahli tafsir tentu paham bahwa tafsiran di atas keliru. Begitu juga kutipan hadits bertentangan dengan fakta bahwa Yazid bin Mu’awiyah lahir setelah Nabi wafat, jadi tidak mungkin Nabi melihatnya naik kuda bersama kakek (Abu Sufyan) dan bapaknya (Mu’awiyah). Kutipan hadits bertebaran di dokumen ini mengenai kejelekan Abu Sufyan, Mu’awiyah dan juga Marwan.
ومنه ما انزل الله على نبيه في سوره القدر: «لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ» ، من ملك بنى اميه [ومنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دعا بمعاويه ليكتب بامره بين يديه، فدافع بامره، واعتل بطعامه، فقال النبي: لا اشبع الله بطنه، فبقى لا يشبع،] ويقول: والله ما اترك الطعام شبعا، ولكن اعياء [ومنه ان رسول الله ص قال: يطلع من هذا الفج رجل من امتى يحشر على غير ملتي، فطلع معاويه] [ومنه ان رسول الله ص، قال: إذا رايتم معاويه على منبري فاقتلوه
Dikabarkan bagaimana Nabi mendoakan Mu’awiyah agar perutnya tidak pernah kenyang, karena dua kali dipanggil menghadap Nabi, Mu’awiyah menolak karena sedang asyik makan. Atau dicantumkan riwayat lain seolah Nabi pernah bersabda: “jikalau engkau melihat Mu’awiyah berdiri di mimbarku, bunuhlah dia.”
Tafsiran lain disampaikan mengenai lailatul qadar yang lebih baik daripada seribu bulan. Maksudnya menurut dokumen ini, lailatul qadar lebih baik dari seribu bulan kekuasaan Umayyah. Kebetulan memang masa 90 tahun kekuasaan Umayyah itu sama dengan masa hitungan seribu bulan. Tapi apa hubungannya ayat lailatul qadar dengan masa kekuasaan Bani Umayyah? Pesan terselubungnya adalah umat jangan silau dengan panjangnya kekuasaan Umayyah. Nyambung atau enggak, ya itu urusan lain.
[ومنه الحديث المرفوع المشهور انه قال: ان معاويه في تابوت من نار في اسفل درك منها ينادى: يا حنان يا منان، الان وقد عصيت قبل وكنت من المفسدين
Bahkan dokumen ini juga mengklaim adanya hadits marfu’ yang menyatakan Mu’awiyah akan berada di neraka paling bawah memanggil-manggil Allah: “Ya Hanan, Ya Manan” namun diberi jawaban “Nah sekarang [kamu percaya padaKu], sebelumnya kamu telah membuat kerusakan”.
Dokumen yang penuh caci-maki terhadap lawan politik dengan mencantumkan penafsiran ayat dan riwayat yang diklaim berasal dari Nabi itu ditandatangani oleh Menteri Utama (Wazir) yaitu Abul Qasim Ubaidillah bin Sulayman. Sebelum diakhiri dokumen ini mencantumkan doa semoga Allah melaknat Abu Sufyan, Mu’awiyah, Yazid, Marwan dan anak keturunan mereka. Jadi bukan cuma Nabi, bahkan Allah pun mereka bawa-bawa untuk menyerang lawan politiknya.
Membaca dokumen yang dicantumkan Imam al-Thabari ini saya bergidik ngeri bagaimana efek kebencian yang sudah sampai pada puncaknya dan agama pun sudah dipolitisir sedemikian rupa. Ternyata pelintirisasi dan politisasi ayat-hadits sudah berlangsung sejak lama. Inilah yang terjadi ketika kekuasaan berselingkuh dengan agama. Na’udzubillah min dzalik.
Saya pun teringat puisi panutan saya al-Mukarram KH A Mustofa Bisri yang bikin air mata meleleh:
…
Dimana-mana sesama saudara
Saling cakar berebut benar
Sambil terus berbuat kesalahan
Qur’an dan sabdamu hanyalah kendaraan
Masing-masing mereka yang berkepentingan
Aku pun meninggalkan mereka
Mencoba mencarimu dalam sepi rindukuAku merindukanmu, O, Muhammadku
…..
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand dan Dosen Senior Monash Law Schoo