Saya heran kenapa setiap konflik dan kekerasan politik di Timur Tengah sering kali disikapi dari perspektif agama di Indonesia. Ini sangat ironis sekaligus lucu. Ambil contoh sederhana tentang kekerasan Palestina-Israel, di Indonesia menjadi kekerasan Muslim-Yahudi. Lebih konyol lagi yang mengaggap Muslim melawan Yahudi dan Kristen. Padahal, kekerasan itu terjadi antara faksi ektrimis-politik baik di Palestina maupun Israel. Bukan hanya Muslim, kaum Kristen Palestina juga banyak menjadi korban. Bukan cuma tentara Yahudi, tentara Israel yang Arab Muslim juga banyak menjadi aktor kekerasan terhadap Palestina.
Kemudian soal kekerasan Sunni-Syiah juga sering dimanipulasi di Indonesia oleh sejumlah kelompok Islam. Seolah-olah Sunni-Syiah di Timur Tengah selalu berseteru, dan kalau konflik karena faktor keagamaan. Pandangan ini keliru besar. Pertama, banyak sekali contoh relasi Sunni-Syiah yang damai-sejahtera tanpa mempersoalkan perbedaan pandangan keagamaan. Lihatlah Oman, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Yordania hampir-hampir tidak pernah ada kekerasan Sunni-Syiah. Di Lebanon, Sunni-Syiah malah koalisi dalam berbagai urusan yaang menyangkut kehidupan publik. Di kampusku juga banyak sekali warga Syiah, baik sebagai mahasiswa, dosen, atau staf. Mereka campur-baur dengan Arab Sunni. Di akar rumput dan area publik juga begitu.
Kedua, kalaupun ada kekerasan Sunni-Syiah hampir-hampir dipastikan karena motivasi politik seperti di Bahrain atau Yaman. Itupun tidak semua faksi dan sub-grup dalam Syiah maupun Sunni ikut terlibat konflik dan kekerasan. Di Iraq lebih kompleks lagi karena melibatkan berbagai kelompok bukan melulu Sunni dan Syiah tetapi juga etnik Kurdi atau Yazidi. Di Saudi ada sekitar 10-15% penduduk Syiah yang mayoritas menempati Povinsi Al Syarqiyah (Ahsa, Qatif, Dammam, dlsb). Tetapi kekerasan anti-Syiah disini biasanya dilakukan oleh segelintir kelompok teroris-ekstrimis yang di Saudi sendiri dikecam dan dihabisi, bukan dilakukan oleh “gerombolan massa” seperti di Indonesia.
Sudah ratusan kelompok radikal yang ditangkap, disel, dan dipancung oleh “Densus 88” Saudi di bawah komando Putra Mahkota Muhammad Bin Nayef. Beliau juga menyerukan untuk membersihkan masjid-masjid di seantero Saudi dari para imam dan khotib provokator yang menebar kebencian terhadap Syiah. Ingat, jangan beranggapan bahwa semua warga Saudi itu setuju dan mendukung dengan gagasan dan tindakan kelompok ektrimis ini. Saya berani jamin, jika di Saudi, kelompok massa “Islam pentungan” yang hobi main keroyokan itu pasti akan dihabisi dan dibuang ke padang pasir karena dianggap menganggu keamanan nasional.
Karena itu, umat Islam di Indonesia jangan mau dikibuli oleh para tokoh agama dan politik yang hobi memecah-belah umat dan suku-bangsa…
*Sumanto Al-Qurtuby, Dosen King Fahd University, Arab Saudi