Nahdlatul Ulama selalu seksi diperbincangkan dan diperebutkan setiap menjelang kontestasi politik terutama perhelatan politik nasional seperti pemilihan presiden.
Jumlah pemilih yang mengaku berlatar belakang NU memang sangat besar, umat islam yang mengaku dekat dengan NU menurut survei Alvara Research Center tahun 2022 sebesar 52,9%. Dengan menggunakan data jumlah pemilih sebesar 204,8 juta dan asumsi pemilih muslimnya 87,6% maka angka 52,9% itu ekuivalen dengan 94,9 juta pemilih yang memiliki afiliasi dengan NU.
Secara geografis jumlah pemilih yang sangat besar berasal dari pulau Jawa, survei Alvara juga menyebutkan sekitar 75% warga NU berasal dari Pulau Jawa.
Dalam sejarah politik Indonesia sering kali NU menjadi salah satu bandul utama yang akan menentukan keterpilihan seorang kandidat, maka tidak heran NU menjadi faktor yang sangat diperhitungkan dalam penyusunan kombinasi pasangan capres-cawapres, diluar faktor-faktor lain seperti kombinasi Jawa-Luar Jawa, atau Sipil-Militer.
Dua PilPres terakhir misalnya, yakni Pilpres tahun 2014 dan 2019, kemenangan Jokowi salah satu faktornya adalah karena pemilih NU sebagian besar mengarahkan pilihannya pada Joko Widodo.
Bagaimana dengan Pemilu 2024? meski arus besar dukungan warga NU bisa dipetakan arah dukungannya, tapi sebetulnya aspirasi politik warga NU tidak tunggal, banyak sekali varian-varian dukungan warga NU. Ibarat rumah, NU banyak sekali pintu dan jendelanya, tergantung kandidat capres masuk melalui pintu dan jendela yang mana.
Sebagai contoh, soal pilihan partai politik, ternyata pilihan warga NU sangat beragam, elektabilitas partai di kalangan Warga NU secara berurutan diduduki oleh PDI Perjuangan, Gerindra, PKB, dan parta-partai lainnya. Fakta inilah yang kemudian menjelaskan kenapa NU menjadi rumah besar yang didalamnya beragam partai dan aspirasi politik.
Dalam konteks Pilpres 2024, baru Anies Baswedan yang sudah memiliki pasangan yaitu, Muhaimin Iskandar, sementara Ganjar Pranowo dan Prabowo masih menyimpan erat calon wapresnya.
Sangat jelas keputusan Anies untuk menggandeng Cak Imin adalah untuk menarik pemilih NU terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Apakah ini berhasil? Masih banyak jalan terjal untuk mencapai tujuan itu, terutama kalau kita melihat jejak rekam Anies yang sangat problematik dengan pemilih NU, apalagi kalau didalam koalisinya bergabung PKS dan Partai Umat yang dipimpin Amin Rais.
Bagaimana dengan cawapres Ganjar dan Prabowo? Saya meyakini situasi mutakhir akan membuat kedua kandidat capres ini akan mengocok ulang kandidat cawapresnya dengan memasukkan kandidat yang berlatar belakang NU.
Masih ada beberapa tokoh NU yang namanya mulai menguat, ada Khofifah Indarparawansa, Gus Yaqut, Mahfudz MD, Yenni Wahid atau juga Erick Tohir yang memiliki kedekatan dengan NU.
Nama-nama ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya sekarang ini menjadi perbincangan publik untuk menjadi kandidat cawapres berikutnya.
Dengan melihat situasi ini bukan tidak mungkin dalam pemilu presiden 2024 akan terjadi “All NU’s Cawapres Final”, atau minimal 2 diantara 3 kandidat cawapresnya berlatar belakang NU. Menarik bukan?