Alissa Wahid dalam forum Ziarah Pemikiran sesi Pelengseran Gus Dur pada Temu Nasional 2020 (TUNAS) menyampaikan hal krusial terkait transisi demokrasi dan bagaimana Gus Dur mengingatkan dirinya terkait pelengseran dari kursi Presiden. Menurutnya, cukup Gus Dur yang dilengserkan secara inkonstusional, yang lain jangan dan situasi itu tidak boleh terjadi lagi.
“Tiga Minggu sebelum Gus Dur wafat, saya menemani beliau di rumah sakit. Kemudian beliau waktu itu menyampaikan begini, ‘Iya pokoknya sudah, bapak yang terakhir setelah lengseran – lengseran itu, setelah itu tidak boleh ada lagi situasi seperti ini’ (Presiden dilengserkan secara inkostutisonal-red), ” tutur Alissa pada diskusi yang digelar secara Virtual, Sabtu (12/12).
Alissa juga mengingatkan sejarah kita dan bagaimana para presiden bekerja, seperti halnya pola Bung Karno dan akhir jabatannya, kemudian Soeharto, Habibie kemudian Gus Dur. Megawati menggantikan Gus Dur sampai termnya selesai lalu setelah itu Susilo Bambang Yudhoyono semuanya selesai pada waktunya. “Waktu itu beliau sedang membahas tentang protes- protes kepada presiden SBY dan ada beberapa orang yang sudah sikapnya sangat frontal kepada keprisidenan presiden SBY, ” Kata Alissa
“Gus Dur sendiri secara berulang- ulang menyampaikan ketidaksetujuan kepada beberapa pilihan yang diambil oleh kepemimpinan SBY, tapi beliau pada saat yang sama mengatakan bahwa sudah harus yang terakhir bapak saja untuk lengser- lengseran ditengah jalan. Setelah itu proses demokratisasi kita harus sudah membawa sampai selesai termnya. Kebijakan yang dianggap tidak tepat atau apa itu adalah pilihan para pemimpin yang bisa jadi tidak sesuai dengan pendapat kita. Tetapi itu tetap ada dalam wewenang beliau, “lanjutnya.
Alissa juga mengingatkan terkait mengapa mengangkat kembali tema pelengseran Gus Dur. Baginya, hal ini adalah bentuk emangat untuk mendalami sejarah. Kalau ada hal- hal baru yang sebetulnya tidak tahu dan baru terbuka.
Ia juga memuji Buku Menjerat Gus Dur yang ditulis Virdyka yang mengungkap banyak hal. Sehingga ada sisi lain atau dimensi lain dari proses pelengseran waktu itu. Atau lebih tepatnya konfirmasi terhadap hal- hal yang kita percaya tapi kita tidak punya bukti langsung waktu itu.
Lalu, nantinya, publik diharapkan bisa tahu narasi yang sesungguhnya. Bukan seperti yang kerap dilihat satu narasi saja, padahal itu keliru. Misalnya, kalau di wikipedia atau di dalam catatan sejarah Gus Dur dilengserkan karena tindak korupsi dan Bulog gate dan Bruneigate. Padahal, secara hukum, itu tidak terbukti.
“Yang itu semua tidak terbukti dan kita mendengar situasinya saat itu. peristiwa itu lebih perkara politik, bukan urusan korupsi Buloggate dan Bruneigate,” tambah Alissa.
Tetapi, Alissa mengakui, narasi yang masih berkembang memang masih banyak terkait korupsi dan itu tidak benar. Maka tugas kita untuk selalu mengungkapkan, membahas ini dari waktu ke waktu supaya anak- anak bangsa itu mendapatkan narasi yang berbeda, pengetahuan yang berbeda.
“Publik yang nanti akan menyampaikan penyelarasan antara realita politik, konteks saat ini saat lampau (ketika terjadi pelengseran inkonstitusional) dan narasi – narasi yang berkembang (soal pelengseran Gus Dur yang inkonstitusional) ” pinta Alissa.
Upaya saat ini adalah pemaknaan- pemaknaan dan data- data baru terkait sejarah yang akan bisa kita ungkap. Tetapi sekali lagi yang paling penting dari semua ini adalah, ujungnya agar bangsa dan negara Indonesia ini mendapatkan manfaat bahkan dari penggalan sejarah.