Apa yang paling penting dalam hidup?
Saat situasi sulit sekarang ini, kita dipaksa untuk memilah-milah mana yang penting dan yang tidak. Untuk keluar rumah saja, kita harus berpikir apakah memang benar-benar diperlukan atau bisa ditunda. Yang terinfeksi Covid harus memutuskan apakah bisa isoman di rumah atau harus ke rumah sakit. Yang isoman harus memutuskan obat-obatan apa saja yang diperlukan. Demikian seterusnya, kita dihujani serentetan pilihan-pilihan yang hampir membuat kita mati kutu.
Di sisi lain energi kita terbatas. Setiap keputusan yang kita ambil menguras energi kognitif. Seperti otot yang terus menerus dipakai akan terasa pegal, pikiran yang terus menerus aktif akan kelelahan juga. Ujungnya kita merasa tidak berdaya dan bisa putus asa.
Belum lagi, orang-orang seperti kita pengguna media sosial, terpapar oleh berbagai informasi, posting atau status updates yang seringkali membuat bingung atau malah memantik emosi negatif. Riset dari miliaran pengguna media sosial menunjukkan bahwa apa yang dilihat di media sosial memengaruhi emosi penggunanya: semakin terpapar konten negatif, maka akan semakin negatif pula emosi kita; dan sebaliknya konten positif cenderung memantik perasaan positif.
Karena Indonesia sedang tidak baik-baik saja, maka wajar timeline dan whatsapp kita dipenuhi konten yang memantik kesedihan, kebingungan maupun kemarahan. Lalu apa yang bisa kita lakukan supaya bisa tetap waras di saat seperti ini?
Dari sejauh pengalaman saya sebagai ilmuwan sosial dan praktisi spiritual, untuk urusan apa yang paling penting dalam hidup, sains dan spiritualisme memberikan jawaban yang sama.
Pertama, kita lihat apa kata sains.
Sains berurusan dengan kehidupan material di dunia ini. Dari hasil survei di berbagai negara di dunia ditemukan bahwa yang dianggap paling penting bagi manusia adalah menjadi bahagia. Apa sumber utama kebahagiaan?
Ada sebuah studi dari Harvard yang diikuti ratusan orang selama 80 tahun. Hasilnya yang paling membuat orang bahagia adalah hubungan sosial yang erat. Yang penting di sini adalah kualitas, bukan kuantitas. Misal punya satu atau dua teman dekat akan lebih bermanfaat untuk kebahagiaan daripada punya banyak teman.
Jadi sudah sangat jelas bahwa resep bahagia menurut sains adalah adanya teman/keluarga yang sangat dekat dan bermakna.
Selanjutanya mari kita lihat dari sisi spiritual.
Dalam tradisi Islam, hidup Nabi Muhammad SAW adalah blueprint bagi kehidupan manusia di dunia. Jadi untuk mengetahui apa yang paling penting dalam hidup, bisa kita lihat dari apa yang dialami beliau.
Karena misi utama Nabi adalah misi spiritual, tentu yang terpenting Allah berikan kepada beliau adalah keimanan dalam bentuk wahyu yang datang di Gua Hira. Karena kita sedang membahas urusan duniawi, mari kita perhatikan apa yang Allah berikan kepada Nabi SETELAH memberikan wahyu.
Apakah diberikan pasukan militer yang kuat? Tidak!
Apakah diberikan harta melimpah? Tidak!
Apakah diberikan kekuatan politik? Tidak!
Yang Allah berikan setelah menurunkan wahyu adalah memberikan kepada Nabi SAW sahabat-sahabat yang setia seperti Abu Bakr, Ali, Utsman, Talhah, Abdurahman dan sahabat dekat lainnya.
Allah tentunya tahu Nabi Muhammad SAW akan menghadapi tantangan berat setelah mendapatkan wahyu. Dari mulai blokade oleh Quraysh, hijrah ke Madinah, hingga berbagai jihad. Allah dengan segala HikmahNya memperlihatkan bahwa untuk menghadapi keadaan yang sangat sulit tersebut, yang diperlukan adalah sahabat-sahabat dekat yang setia.
Jika sains dan tradisi spiritual Islam memberikan saran yang sama bahwa yang paling penting dalam hidup di dunia adalah sahabat-sahabat dekat, maka dari 24 jam yang kita miliki apakah kita sudah mengalokasikan waktu yang pantas untuk sahabat-sahabat kita?
*) Roby Muhamad PhD