Alquran itu seperti mentari yang menerangi isi penjuri bumi sekaligus dapat disaksikan milyaran mata makhluk hidup di dunia. Hanya saja tidak semua mata yang memandang memiliki kesamaan rupa, bentuk, dan persepsi tentang mentari. Tergantung dari sudut pandang mana mata melihatnya. Oleh sebab itulah dari masa Nabi dan sahabat sudah terjadi beda pendapat seputar Alquran apalagi sesudah berakhirnya masa generasi salaf. Hanya saja meskipun beda tetapi tetap ada benang merahnya.
Bentuk perbedaan sudut pandang Alquran diantaranya terdapat dalam model penafsiran. Ada model bil-matsur (berdasarkan riwayat), model bil-ma’qul (berdasarkan nalar), model konvergensi yang memadukan bil-matsur dengan bil-ma’qul, dan lain sebagainya. Nah, di luar dari model-model penafsiran itu ada yang saya sebut “opini Alquran”.
Disebut opini sebab pemaparannya tidak menggunakan metode tafsir secara umum. Opini Alquran biasanya disampaikan untuk menyerang orang lain yang tak sepaham atau untuk mengait-ngaitkan peristiwa khusus yang tidak menjadi substansi makna ayat. Di antara contoh opini Alquran dapat diperhatikan dalam penggunaan ayat-ayat tentang kebencanaan untuk menjustifikasi bencana gempa bumi atau tsunami yang melanda kawasan Indonesia yang sekarang masif di media sosmed.
Ciri mendasar yang membedakan tafsir dengan opini Alquran adalah:
- Opini Alquran tidak menyebutkan sumber tafsir Alquran dan semata-mata hanya menarasikan terjemahan Alquran. Opini Alquran tidak sama dengan tafsir bil-ma’qul yang tetap konsisten menggunakan pendekatan hermeneutika al-Quran.
- Opini Alquran tidak menggunakan metode khusus, sebagaimana lazim digunakan ahli tafsir dengan metode pendekatan yang digunakan. Bisa jadi orang awam memahaminya sebagai tafsir, tetapi karena tidak ada metodenya menyebabkan interpretasi Alquran tidak akademis dan mudah berobah-obah antar pembuat opini Alquran sekalipun ayat nya sama.
- Opini Alquran tidak dapat diuji konsistensinya. Untuk satu kasus, ya, tetapi pada kasus lainnya, tidak, tergantung siapa yang membuat opini. Berbeda dengan tafsir, sekalipun orang lain yang memakainya tetapi hasil ujinya tetap sama. Bahkan ahli tafsir yang memiliki perbedaan pendekatan sekalipun tetap memiliki korelasi dengan hasil tafsir yang berbeda metode.
Oleh sebab itu segala hujjah yang melegetimasi ayat Alquran tapi sebatas opini maka cukuplah dijadikan pengetahuan. Bukan sebagai ilmu untuk dasar pengamalan Alquran. Apalagi untuk menilai pemahaman, keyakinan, dan amaliyah orang lain.
Wallahu a’lam.