Ahl al-Bayt
Istilah yang dalam tradisi suku Arab awal berkaitan dengan marga bangsawan (noble clan) ini, secara bahasa, berarti “penghuni rumah” (people of the house). Sebagai istilah teknis, kata tersebut biasa digunakan untuk menyebutkan “keluarga besar Nabi Muhammad Saw.” Bahkan, Mushthafa Al-Maraghi, salah seorang mufassir terkemuka, memperluas cakupan makna ahl al-bayt sebagai orang-orang yang setia kepada Nabi. Dalam Al-Qur’an, istilah ini disebutkan di dua tempat, yaitu QS. Hud [11]: 73 yang berkaitan dengan keluarga Ibrahim dan QS. Al-Ahzab [33]: 33) yang berkaitan dengan para istri Nabi.
Bagi kalangan Syi’ah, istilah ini mengacu pada lima “orang suci”, yaitu Nabi Muhammad, Ali ibn Abi Thalib, Fatimah dan dua putranya—Hasan dan Husyein. Istilah lima orang suci ini juga mirip dengan istilah Pandawa Lima dalam tradisi Hindu, lima orang suci yang dikenal dalam sejarah epik Mahabarata. Apa yang disebut dengan ahl al-bayt oleh Syiah ini menjadi acuan otoritatif dalam segala hal, baik menyangkut persoalan duniawi maupun ukhrawi.
Ahl al-Kitab
Secara harafiyah, ahl al-kitab berarti pemilik kitab. Artinya, bahwa pemeluk agama yang diberi kitab oleh Tuhannya dikategorikan sebagai ahl al-kitab. Mufasir tidak bersepakat dalam memahami ahl al-kitab. Al-Syafi’i, misalnya, menjelaskan bahwa ahl al-kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani dari keturunan Israel. Berbeda dengan Al-Syafi’i, Abu Hanifah mengatakan bahwa yang dimaksud ahl al-kitab tidak terbatas pada Yahudi dan Nasrani, melainkan mereka yang meyakini salah seorang Nabi atau Kitab yang pernah diturunkan Allah.
Ada pandangan lain yang mengatakan bahwa ahl al-kitab adalah setiap umat yang memiliki kitab suci, termasuk juga Majusi, sebagai ahl al-Kitab. Dalam pengertian terakhir, ahl al-kitab dipahami sebagai umat beragama yang meyakini dan memiliki kitab suci. Dalam konteks ini, Sabean, Hindu, Budha, dan lain-lain bisa dikategorikan sebagai ahl al-kitab. Istilah ahl al-kitab dalam Al-Qur’an diulang sebanyak tiga puluh satu kali.
Ahl al-Hadits
Istilah ahl al-hadits biasanya dikonfrontasikan dengan ahl al-ra’yi. Kalau yang pertama berpusat di Mekkah dan Madinah, maka yang kedua berpusat di Basrah, Iraq. Secara harafiyah, ahl al-hadits berarti “pembela hadis’. Artinya, kelompok ini lebih mengedepankan hadis dan pendapat-pendapat sahabat serta memahaminya secara tektual. Atas dasar ini, ahl al-hadits kemudian dikonfrontasikan dengan ahl al-ra’yi, kelompok yang lebih mengedepankan nalar dalam merespons persoalan baru yang muncul, walupun kelompok ini tidak mesti mengabaikan hadis dan pendapat sahabat. Ahmad ibn Hanbal merupakan salah satu ikon ahl al-hadits yang mewakili tradisi literalisme dalam pemikiran Islam.