Rumah Nabi Muhammad merupakan pusat keilmuan dan bimbingan spiritual. Istri-istrinya adalah perempuan-perempuan alim yang memberi bimbingan spiritual kepada sesama kaum hawa, terutama menyangkut persoalan yang tabu untuk dijelaskan langsung oleh Rasulullah. Misi ini diperintahkan langsung oleh Allah dalam firman-Nya: “Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah Mahalembut lagi Maha Mengetahui.”
Di antara semua istri Nabi, Aisyahlah yang paling tajam akalnya, paling cemerlang, dan paling semangat terhadap ilmu. Ditanyakannya kepada Nabi semua hal menyangkut urusan agama.
Dengan daya hafal serta pemahamannya yang hebat ia mampu menjaganya dengan baik. Tak heran bila di kemudian hari Aisyah menjadi rujukan para sahabat dalam banyak hal yang mereka perselisihkan. Mereka mendatanginya, menanyakan kasus yang mereka alami, dan menemukan jawaban yang mereka inginkan.
Lebih dari itu, Aisyah juga menjelaskan berbagai persoalan dan memberi pengesahan. la mempunyai kedudukan agung dan terhormat di kalangan pemuka sahabat, lebih-lebih mereka pada umatnya. Aisyah telah mampu melukiskan secara umum kehidupan Nabi di rumah.
Abu Musa al-Asy’ari berkata, “Aku pernah meminta kepada Aisyah. ‘Wahai Ibu, aku ingin bertanya kepadamu tentang sesuatu, tetapi aku malu,’ kataku. Jangan pernah merasa malu bertanya kepada ibu yang telah melahirkanmu. Aku ini ibumu,’ jawabnya. Apa saja yang mewajibkan mandi suci? Semoga aku tidak keliru. Rasulullah bersabda, Jika seseorang ‘duduk’ di antara dua kaki dan dua tangan, lalu menyentuh sunatan, maka ia wajib mandi suci.”
Ada sahabat memberi tahu Aisyah bahwa Abu Hurairah meriwayatkan hadis berbunyi, “Kesialan bersumber dari tiga hal; rumah, perempuan, dan binatang.” Lalu katanya, “Abu Hurairah kurang perhatian. Ketika ia masuk Rasulullah bersabda, ‘Semoga Allah membinasakan orang Yahudi. Mereka mengatakan, kesialan bersumber dari tiga hal; rumah, perempuan, dan binatang.” Artinya, Abu Hurairah hanya mendengar ujung hadis, tidak mendengar awalnya.
Istri-istrinyalah yang merekam detail-detail kehidupan Nabi SAW di rumah. Dengan begitu, kaum muslim dapat mengetahui hal-hal paling spesifik dari makan dan minum Nabi, ibadah dan tahajudnya, kesukaan dan ketidaksukaanaya, dan hal-hal lain yang termasul salah satu prinsip dasar pencanangan syariat. Tanpa itu, tentu agama ini kehilangan begitu banyak aset sunnah suci.
Karena begitu dekatnya pergaulan mereka dengan Nabi, pantas kalau ibu segenap kaum mukmin itu menjadi sahabat yang paling banyak mengetahui syariat Allah. Juga paling dipercaya kejujuran dan keterjagaan mereka.
Hafshah, misalnya, mempunyai catatan-catatan penting yang tidak dimiliki siapapun. Catatan yang di kemudian hari dipinjam Abu Bakar untuk disalin ke dalam satu mushaf. Hafshah adalah istri Nabi yang bisa baca tulis. Ia belajar menulis dari Syafa Ummu Sulaiman atas perintah Nabi.
Dari tangan Aisyah, ahli-ahli hadis menukil lebih dari 2.200 hadis, yang sebagian besar tergolong fard (hadis yang salah satu perawinya tunggal). la telah memberi sumbangan besar terhadap fikih dan khazanah keilmuan. Sesuatu yang tak pernah disumbangkan siapa pun perempuan selain dia.
Semua istri Nabi menukil hadis dan mengajarkannya kepada sesama kaum hawa. Mereka adalah mercusuar ilmu, hidayah, dan ketakwaan. Istri para sahabat kerap menemui Nabi di rumah istri-istrinya. Mereka bertanya tentang urusan agama, baik langsung kepada Nabi atau kepada istri-istrinya. Antara lain, pernah seorang perempuan bertanya kepada beliau di rumah Aisyah tentang mandi suci sehabis haid. Diajarkannya bagaimana ia mandi suci, beliau bersabda, “Ambil setetes minyak wangi, lalu bersucilah!”
“Bagaimana aku bersuci dengannya?”
“Ya, bersucilah dengannya!”
“Tetapi, bagaimana?”
“Subhanallah, bersucilah dengannya!”
Aisyah berkata, “Kutarik perempuan itu dan kukatakan, susulkan ke bekas darah!”
Nabi SAW selamanya menjadi pengajar dan pembimbing spiritual yang ideal bagi istri-istrinya di rumah. Ummu Salamah berkata, “Rasulullah mengajarkan agar ketika azan Maghrib aku mengucap, ‘Ya Allah, kini malam telah menjelang, siang telah pergi, dan suara-suara menyeru-Mu, maka, ampunilah aku!”
Aisyah menuturkan, “Rasulullah menggandeng tanganku menyaksikan bulan menyingsing. Lalu beliau bersabda, ‘Mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.”
Bahkan Nabi SAW mengajari seluruh anggota keluarganya dan semua orang yang masuk ke rumahnya. Suatu kali beliau bersabda kepada Fatimah, “Apa yang mencegahmu menuruti wasiatku? Ucapkan setiap pagi dan sore, ‘Wahai Zat Mahahidup, wahai Zat Mahamandiri, kepada-Mu aku memohon baikkanlah aku dalam segala halku, dan janganlah Kau serahkan segala urusanku kepadaku walau sekejap mata.”
Wallahu A’lam.