Al-Rahman adalah satu di antara nama-nama Allah SWT (al-Asma al-Husna) yang paling populer dan sering diucapkan umat Muslim karena melekat pada lafaz Basmalah, kalimat yang menjadi pembuka ayat dalam surat al-Fatihah sekaligus do’a untuk memulai segala aktivitas. Kata ini berasal dari kata ra-hi-ma yang menurut Ibnu Manzhur dalam Lisan al-‘Arab setidaknya memiliki dua makna dasar yaitu lembut/halus (al-Riqqah) dan rasa kasih (al-ta’aththuf). Ketika kata ra-hi-ma ini menjadi kata al-Rahman (dengan penambahan alif lam dan huruf alif dan nun), maka telah spesifik berarti Yang Maha Pengasih.
Untuk membedakan makna al-Rahman dengan al-Rahim, karena akar kata keduanya sama-sama dari ra-hi-ma, maka penjelasan para mufassir maupun para ahli bahasa adalah bahwa al-Rahman merupakan sifat Maha Pengasih Allah SWT untuk seluruh makhluk-Nya di dunia. Sedangkan makna kata al-Rahim merupakan sifat Maha Penyayang Allah SWT bagi orang-orang mukmin, para penduduk surga di akhirat kelak. Artinya kata al-Rahman cakupannya lebih luas karena diperuntukkan bagi seluruh makhluk, sedangkan kata al-Rahim berlaku lebih spesifik hanya bagi orang-orang beriman di akhirat nanti. Keterangan ini bisa ditemukan dalam kitab tafsir Marah Labid li Kasyf Ma’na al-Quran al-Majid karya Syekh Nawawi al-Bantani dan sering juga disampaikan para kiai pesantren ketika menjelaskan makna Basmalah.
Meski terdapat perbedaan pendapat di antara para periwayat hadis terkait dengan dimana surat al-Rahman ini diturunkan, yang menurut pendapat ‘Urwah bin Zubair, Ikrimah, dan Jabir adalah di Mekah (Makkiyyah), sedang menurut Muqatil bin Sulaiman di Madinah (Madaniyyah), akan tetapi Imam al-Qurthubi dalam al-Jami’ li Ahkam al-Quran berpendapat bahwa yang paling sahih adalah pendapat yang pertama, yaitu diturunkan di Mekah.
Pendapat al-Qurthubi didasarkan pada riwayat ‘Urwah bin Zubair yang cukup populer. ‘Urwah berkata, “Sahabat yang pertama kali membacakan al-Quran di ruang publik Mekah secara keras (Jahr) adalah Abdullah bin Mas’ud.”
Diceritakan pada masa awal Islam para sahabat sedang berkumpul. Mereka kemudian berkata, “Orang-orang Quraisy Mekah tidak pernah mendengar al-Quran dibacakan secara terbuka sama sekali, siapa yang mau memperdengarkannya kepada mereka?”
Ibnu Mas’ud berkata, “Saya.”
Para sahabat menanggapi keberanian Ibnu Mas’ud, “Sungguh kami mengkhawatirkanmu, kami berharap yang akan membacakan al-Quran adalah sahabat dari kabilah yang kuat agar dia bisa terlindungi.”
Akan tetapi Ibnu Mas’ud tetap kekeh pada pendiriannya. Lalu singkat cerita dia pun masuk ke Masjidil Haram dan berdiri di dekat Maqam Ibrahim seraya membacakan Surat al-Rahman dengan keras. Mendengar lantunan al-Quran dibacakan orang-orang Quraisy yang sedang berada di Masjidil Haram shock sambil bertanya-tanya, “Apa yang diucapkan Ibnu Ummi Abdillah?” Sebagian dari mereka menjawab, “Itu adalah yang diucapkan Muhammad yang dianggap wahyu.” Tidak lama kemudian orang-orang Quraisy yang ada di sekitar Ibnu Mas’ud memukulinya hingga babak belur.
Latar belakang turunnya surat al-Rahman, menurut penjelasan Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir adalah ucapan orang-orang musyrik Mekah ketika mereka mempertanyakan, “Siapa al-Rahman?” ketika Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu Surat al-Furqan ayat 60 (usjuduu li al-Rahman). Lalu turunlah surat al-Rahman ini untuk menjelaskan kepada mereka tentang al-Rahman.
Dalam susunan mushaf al-Quran, surat al-Rahman ini berada di urutan ke-55 sebelum surat al-Waqi’ah dan setelah surat al-Qamar. Akan tetapi Ibnu ‘Asyur mencatat bahwa dalam urutan pewahyuan al-Quran (tartib nuzul) surat al-Rahman berada pada urutan ke 43, diturunkan setelah surat al-Furqan dan sebelum surat Fathir.
Al-Zamakhsyari dalam kitab al-Kasysyaf menjelaskan bahwa kandungan surat al-Rahman adalah pertama tentang berbagai macam nikmat Allah SWT yang diberikan kepada umat manusia. Nikmat yang paling utama dan didahulukan adalah nikmat agama (ni’mat al-din) dengan diturunkannya al-Quran. Kemudian baru berbicara tentang penciptaan manusia dan segala nikmat bagi manusia. Kedua tentang penolakan terhadap orang-orang musyrik yang menganggap al-Quran sebagai sihir dan syair. Ketiga peringatan kepada mereka terkait dengan bukti-bukti kekuasaan Allah Swt. Keempat tentang pengagungan kepada Allah dan pujian (al-Tsana) kepada-Nya.
Adapun keutamaan dari surat al-Rahman dapat ditemukan penjelasannya dari riwayat Imam al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’b al-Iman bahwasanya Ali bin Abi Thalib berkata, “Sungguh Nabi SAW pernah bersabda: Segala sesuatu memiliki pengantin, dan pengantin al-Quran adalah Surat al-Rahman (Inna likulli Syay’in ‘Aruusun wa ‘Aruusu al-Quran Surat al-Rahman).”